Majalengka, TINTAHIJAU.COM – Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Majalengka tengah membangun sistem intelijen sosial berbasis keagamaan sebagai bentuk kesiapsiagaan terhadap potensi konflik yang berakar pada perbedaan keyakinan.
Lewat Focus Group Discussion (FGD) bertema Penguatan Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan, Selasa (8/7/2025), Kemenag resmi mengaktifkan jaringan deteksi dini yang akan melibatkan ratusan penyuluh agama di tingkat kecamatan.
Kasi Bimas Islam Kemenag Majalengka, Sofyan Firdaus, menyatakan bahwa langkah ini merupakan bagian dari sistem early warning nasional yang dirancang untuk mencegah konflik horizontal berkembang di daerah.
“Potensi konflik keagamaan itu tidak selalu terlihat di permukaan. Tapi ketika dibiarkan, bisa menjadi bara yang membesar. Karena itu, kami membentuk tim deteksi dini yang akan menyisir potensi-potensi tersebut sedini mungkin,” tegas Sofyan dalam kegiatan yang digelar di Kopi Sawah, Majalengka.
Sistem ini akan mengandalkan kekuatan 187 penyuluh agama Islam yang tersebar di seluruh kecamatan di Majalengka.
Mereka tidak hanya bertugas menyampaikan dakwah atau pembinaan, tetapi kini juga berperan sebagai mata dan telinga Kementerian Agama di tingkat akar rumput.
“Mereka punya desa binaan. Artinya, mereka adalah orang pertama yang bisa mencium gejala-gejala konflik, mulai dari gesekan antar kelompok, penyebaran ajaran menyimpang, hingga indikasi intoleransi yang bisa berkembang menjadi kerusuhan,” jelasnya.
Langkah ini bukan tanpa latar belakang
Majalengka pernah menjadi titik panas konflik keagamaan, khususnya pada 1990-an, terkait komunitas Ahmadiyah di Argapura. Beberapa kecamatan juga tercatat pernah menjadi simpul aktivitas kelompok radikal seperti Negara Islam Indonesia (NII).
“Kita belajar dari masa lalu. Majalengka punya sejarah konflik berbasis keagamaan. Sekarang, kami ingin memastikan itu tidak terulang. Apalagi kondisi sosial saat ini sangat cair dan rawan provokasi,” katanya.
Ke depan, tim deteksi dini ini akan bekerja sama dengan Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Keagamaan (Bakor Pakem), yang terdiri dari unsur kejaksaan, kepolisian, Kodim, pemerintah daerah, hingga ormas keagamaan.
“Kami tidak bergerak sendiri. Tapi kami manfaatkan potensi internal kami terlebih dahulu. Kalau 187 penyuluh agama bisa berjalan maksimal, itu kekuatan sipil yang sangat strategis untuk meredam konflik dari bawah,” pungkas Sofyan.