Pemerintah Provinsi Jawa Barat memutuskan untuk mengambil alih wewenang jalan desa dalam aspek perbaikan, sementara dana desa dialihkan untuk pembangunan sumber daya manusia, seperti penanganan stunting.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan penarikan wewenang ke provinsi ini, guna menghentikan siklus yang menurutnya pemborosan anggaran akibat kebiasaan di desa kerap dilakukan pengerjaan secara manual hingga kualitasnya rendah dan cepat rusak.
“Tahun ini dibangun, tahun depan rusak lagi, saya tidak mau begitu. Nanti semuanya dibangun oleh provinsi agar kualitasnya baik, berbeton, betonnya pabrikan. Dana desanya untuk stunting (contohnya),” ujar Dedi di Bandung, Rabu.
Selain itu, Dedi juga menyoroti fenomena inefisiensi yang selama ini terjadi di tingkat desa, di mana Dana Desa seringkali dibagi rata ke tingkat rukun tetangga (RT) demi asas pemerataan, kemudian dana untuk jalannya dieksekusi dengan standar konstruksi manual.
Metode manual tersebut, menurut Dedi, tidak memiliki ketahanan terhadap curah hujan tinggi maupun beban kendaraan besar yang melintas, sehingga jalan lingkungan, atau gang kecil kembali hancur dalam waktu singkat.
“Saya ini hidup di desa jadi tahu masalahnya, sehingga sudah diputuskan, nanti provinsi yang bangun jalan-jalan beton dengan kualitas pabrikan,” ujarnya.
Kebijakan pengambilalihan wewenang infrastruktur fisik oleh provinsi ini membawa dampak sistemik pada pengelolaan keuangan desa.
Dedi menjelaskan, dengan beban infrastruktur yang ditarik ke provinsi, pemerintah desa kini diwajibkan memfokuskan anggarannya untuk sektor kesehatan.
Ia menekankan bahwa dana desa nantinya tidak lagi terbebani urusan semen dan aspal, melainkan difokuskan penuh pada penyelesaian masalah stunting, kesehatan warga, dan penanganan penyakit masyarakat.
“Itu (infrastrukturnya) akan langsung kami biayai sampai selesai. Nanti kader PKK yang memandu, dana desa itu peruntukannya bisa langsung untuk yang lain,” kata dia.
Selain intervensi di tingkat desa, Dedi juga memperketat kewajiban pemerintah daerah tingkat II. Ia meminta pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat mengalokasikan minimal 7,5 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khusus untuk perbaikan jalan.
Kebijakan ini rencananya akan diperkuat melalui penerbitan Keputusan Gubernur (Kepgub) sebagai payung hukum yang mengikat.
“Karena kalau tidak 7,5 persen, tetap saja jalan di Jawa Barat akan tetap rusak,” katanya.
Langkah agresif ini, dinilainya mendesak karena masyarakat umum tidak melihat status kewenangan jalan baik itu jalan desa, kabupaten, atau provinsi sebagai alasan pembenaran atas buruknya infrastruktur.
“Masyarakat tidak akan membedakan kewenangan. Setiap jalan rusak, keluhannya pasti ‘Pak Dedi, jalan goreng (jelek)’,” tutur Dedi.
Sumber: antara






