JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Pemerintah tengah menyiapkan langkah besar dalam memperkuat sistem perlindungan sosial nasional melalui integrasi data lintas lembaga. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa transformasi menuju bantuan sosial (bansos) digital bukan sekadar inovasi teknologi, melainkan fondasi penting dalam membangun ekosistem kesejahteraan berbasis data yang akurat dan akuntabel.
Langkah tersebut merupakan hasil evaluasi tahap pertama uji coba program Bansos Digital yang digelar di Banyuwangi, Jawa Timur, pada September hingga Oktober 2025. Uji coba melibatkan berbagai kementerian dan lembaga dalam upaya mewujudkan sistem perlindungan sosial yang efisien, transparan, dan tepat sasaran.
“Transformasi digital bukan sekadar jargon. Ini adalah kerja nyata lintas sektor yang mengubah cara kita melayani masyarakat. Kita ingin setiap rupiah anggaran yang keluar benar-benar dirasakan manfaatnya,” ujar Luhut, Rabu (12/11/2025), dikutip dari Antara.
Tahap lanjutan program ini akan difokuskan pada interoperabilitas data lintas lembaga, dengan mengintegrasikan basis data dari instansi strategis seperti Dukcapil, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, PLN, OJK, Himbara, ATR/BPN, hingga Samsat Polri. Melalui sistem terhubung ini, pemerintah dapat memastikan bantuan sosial diterima langsung oleh penerima yang berhak, sekaligus mencegah tumpang tindih maupun penyalahgunaan data.
“Kami ingin punya sistem tunggal yang bisa membaca siapa yang benar-benar berhak menerima bantuan. Ini bukan hanya soal teknologi, tapi soal keadilan sosial,” tegas Luhut.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan mekanisme pengaduan digital (grievance mechanism) agar masyarakat dapat melakukan koreksi data secara langsung dan transparan. Sistem ini memungkinkan warga yang datanya tidak sesuai untuk mengajukan pembaruan dengan proses yang lebih cepat.
“Sistem bansos yang baik bukan hanya akurat, tapi juga responsif. Kalau ada kesalahan data, masyarakat harus punya jalur resmi untuk memperbaiki. Itu bentuk keadilan digital,” tambahnya.
Tahapan berikutnya mencakup pembangunan sistem penyaluran Government-to-Person (G2P) yang akan terintegrasi dengan Digital ID, rekening penerima, serta data kependudukan nasional. Proses ini dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan teknologi, infrastruktur, dan keamanan data publik.
Menurut Luhut, pendekatan digital ini akan memperkuat prinsip transparansi fiskal sekaligus memperkecil potensi kebocoran anggaran. “Kami ingin semua bantuan bisa ditelusuri secara real-time — siapa penerimanya, kapan diterima, dan untuk apa digunakan. Itulah masa depan sistem perlindungan sosial kita,” ujarnya.
Ia menambahkan, langkah ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya reformasi digital di sektor pelayanan publik. Pemerintah berkomitmen memastikan setiap kebijakan sosial berbasis pada data valid, bukan asumsi.
“Presiden ingin bansos digital menjadi simbol kehadiran negara yang lebih adil, efisien, dan berkeadaban. Itu yang sedang kita wujudkan bersama,” tandas Luhut Binsar Pandjaitan.





