Pemerintahan

Reses Anggota DPRD, Kebijakan Bidang Pendidikan di Jawa Barat jadi Sorotan Konstituen

×

Reses Anggota DPRD, Kebijakan Bidang Pendidikan di Jawa Barat jadi Sorotan Konstituen

Sebarkan artikel ini

SUBANG, TINTAHIJAU.COM – Sejumlah kebijakan pendidikan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam sebulan terakhir menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Mulai dari dukungan penuh hingga kritik tajam, suara pro dan kontra terdengar di berbagai daerah.

Anggota Fraksi PKS DPRD Jawa Barat, Encep Sugiana, mengatakan isu pendidikan menjadi salah satu topik paling hangat dalam agenda reses dirinya selama delapan hari kerja yang dilaksanakan di Kabupaten Sumedang, Majalengka, dan Subang. Setiap pertemuan reses, kata Encep, dihadiri rata-rata 175 peserta.

“Kami selalu menyampaikan dua hal dalam reses. Pertama, memberikan informasi tentang program dan kebijakan yang sedang dilakukan pemerintah provinsi, supaya masyarakat tahu arah pembangunan Jabar. Kedua, menyerap aspirasi dan harapan mereka terhadap pemerintah, khususnya terkait peningkatan kesejahteraan,” ujar Encep.

Menurutnya, dari seluruh isu yang disampaikan warga, kebijakan pendidikan menempati urutan teratas pembahasan. Masyarakat banyak menyoroti sistem penerimaan murid baru (SPMB), kebijakan jam masuk sekolah pukul 06.30, larangan penahanan ijazah, hingga penambahan jumlah siswa per rombongan belajar (rombel).

“Semua kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, dan itu hal yang wajar,” ujarnya.

Encep menjelaskan, kebijakan jam masuk sekolah pukul 06.30 mendapat dukungan dari sebagian warga karena dinilai mampu membentuk disiplin siswa dan memberi waktu lebih leluasa bagi orang tua untuk memulai aktivitas kerja. Namun, pihak yang kontra beralasan aturan ini memberatkan siswa yang harus bangun lebih pagi dan berangkat dalam kondisi terburu-buru.

Kebijakan penambahan jumlah siswa per rombel dari 36 menjadi 48–50 orang pun menuai reaksi beragam. Warga yang setuju menilai langkah ini membuka peluang lebih banyak anak masuk sekolah negeri, yang dianggap lebih terjangkau dibanding sekolah swasta. Namun, pihak yang menolak mengkhawatirkan kualitas pembelajaran akan menurun karena jumlah siswa terlalu banyak dalam satu kelas.

“Misalnya soal daya tampung sekolah negeri, yang setuju menganggap ini solusi. Tapi yang menolak khawatir anaknya tidak dapat perhatian maksimal dari guru,” kata Encep.

Ia menegaskan, berbagai masukan masyarakat ini akan menjadi catatan penting bagi DPRD Jabar untuk dievaluasi bersama pemerintah provinsi. Tujuannya, memastikan setiap kebijakan pendidikan benar-benar berdampak positif terhadap mutu pembelajaran dan kesejahteraan warga.

“Dengan masukan dari masyarakat, kami berharap kebijakan pendidikan di Jawa Barat ke depan bisa lebih tepat sasaran dan meningkatkan kualitas pendidikan,” tutup Encep.