‎RPJMD Majalengka Dikepung Masalah Tata Ruang, DPRD Akui Warisan Masalah Lama

‎‎Majalengka, TINTAHIJAU.COM – Proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Majalengka 2025–2029 menghadapi tantangan serius.

Minimnya kelengkapan dokumen tata ruang seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) menjadi sorotan utama, yang dinilai berpotensi mengacaukan arah pembangunan lima tahun ke depan.‎‎

Kondisi ini disorot langsung oleh mantan Bupati Majalengka, H. Sutrisno, yang menyebut bahwa arah pembangunan tidak akan presisi jika landasan ruang dan lingkungan tidak diperhatikan sejak awal.

Ia menyebut dokumen RPJMD harus lebih dari sekadar formalitas teknokratis, melainkan representasi janji politik yang dilandasi visi keberlanjutan.‎‎

“Tanpa RTRW dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang matang, pembangunan rentan melenceng. Ini bukan sekadar kritik, tapi bentuk kepedulian saya terhadap arah kebijakan jangka menengah Majalengka,” ujar Sutrisno, Senin (28/7/2025).‎‎

Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPRD Majalengka, H. Asep Eka Mulyana, S.P (Jipep). Ia mengakui bahwa salah satu beban terbesar dalam penyusunan RPJMD saat ini adalah warisan masalah tata ruang dari pemerintahan sebelumnya.‎‎

“Revisi RTRW 2011–2031 sudah kami bahas sejak 2022, tapi tak kunjung diundangkan. Sekarang kondisinya berubah drastis, dan dokumen itu jadi tidak relevan. Ini yang sedang coba kami urai,” kata Jipep.

‎‎Ia juga menyoroti kekosongan RDTR di sebagian besar wilayah Majalengka. Hanya beberapa kecamatan di sekitar Bandara Kertajati yang memiliki RDTR, itupun hasil intervensi pusat melalui program OSS.‎‎

“Kekosongan inilah yang bikin pola ruang jadi semrawut. Contohnya Pasar Lawas yang harusnya jadi ruang terbuka hijau, malah berubah jadi mall. Kasus TPA dan kawasan industri juga menyimpang dari LP2B dan LSD,” tegasnya.

‎‎Meski menghadapi tantangan legal-formal, DPRD tetap melanjutkan pembahasan RPJMD dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) lintas fraksi, dan menjadwalkan public hearing untuk menghimpun masukan dari masyarakat sipil.

‎‎“Kami konsultasi ke kementerian terkait: ATR/BPN, KLHK, Kemendagri, Bappenas hingga Kemenkumham. Arahnya jelas: lanjutkan, tapi lengkapi dokumen dasar sesegera mungkin,” ujarnya.‎‎

Jipep menilai kritik yang muncul dari masyarakat dan tokoh daerah menunjukkan tingginya kepedulian terhadap masa depan Majalengka.

Ia berharap pembahasan RPJMD bukan hanya menjadi ruang teknokratik, tetapi juga refleksi keberanian untuk menata ulang fondasi tata ruang daerah.

‎‎“Kita butuh RPJMD yang bukan hanya indah di atas kertas, tapi benar-benar berdampak dan selaras dengan kondisi lapangan. Dukungan masyarakat adalah energi utama untuk mewujudkan Majalengka Langkung Sae,” pungkasnya.