Majalengka, TINTAHIJAU.COM – Wacana pengembalian mekanisme pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kembali mencuat. Kali ini, dukungan datang dari Wakil Ketua DPRD Kabupaten Majalengka, Dr. H. Kombes Pol (Purn) Juhana Zulfan, MM.
Menurut politisi senior Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut, sistem pemilihan langsung yang berlaku saat ini menyimpan banyak kelemahan dan perlu dievaluasi secara serius.
“Sudah waktunya kita mempertimbangkan kembali mekanisme pemilihan kepala daerah oleh wakil rakyat. Anggota DPRD adalah representasi rakyat karena mereka juga dipilih langsung oleh masyarakat. Maka sangat wajar bila mereka diberi mandat untuk memilih kepala daerah,” ujar Juhana saat ditemui, Jumat (1/8/2025).
Juhana yang juga Ketua DPC PKB Kabupaten Majalengka itu mengungkapkan sedikitnya empat alasan utama mengapa Pilkada langsung perlu dikaji ulang:
1. Biaya Politik Sangat Tinggi
Ia menyebut biaya kontestasi dalam Pilkada langsung sangat besar, mulai dari proses sosialisasi, kampanye, hingga lobi politik. Bahkan menurutnya, pada Pilkada Serentak 2024 lalu, calon kepala daerah harus memiliki modal yang cukup banyak.
“Belum tentu menang juga. Belum lagi praktik money politic yang makin merajalela,” ungkapnya.
2. Tahapan Pilkada Terlalu Panjang
Rentang waktu pelaksanaan Pilkada dinilai terlalu panjang dan rawan konflik. Ia menyoroti efektivitas agenda KPU dan Bawaslu yang dinilai belum optimal.
“Faktanya masih banyak permainan dalam proses Pilkada, baik dari penyelenggara maupun pesertanya sendiri,” katanya.
3. Gesekan Sosial dan Dendam Politik
Pilkada langsung juga dinilai berisiko menimbulkan polarisasi dan perpecahan sosial, bahkan dalam lingkup keluarga.
”Perbedaan pilihan bisa melahirkan dendam politik yang bertahan lama. Yang tidak mendukung bisa ditandai dan tidak diberi ruang, termasuk di kalangan ASN,” tegasnya.
4. Timses Rebutan Jabatan
Fenomena tim sukses yang meminta imbalan pasca kemenangan calon kepala daerah juga menjadi sorotan. Menurut Juhana, praktik ini mencederai profesionalisme dan tata kelola pemerintahan yang baik.
”Seringkali mereka tidak kompeten, tapi memaksa masuk ke jabatan atau hal lain dalam pemerintahan,” kritiknya.
Dorong Revisi UU Pemerintahan Daerah
Juhana menilai bahwa meski Pilkada serentak diklaim sebagai solusi efisiensi, akar persoalan tetap belum tersentuh. Ia mendorong agar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah direvisi.
“Memberikan wewenang kepada DPRD untuk memilih kepala daerah justru memperkuat demokrasi representatif yang lebih stabil dan akuntabel,” tegasnya.
Ia menekankan, demokrasi bukan hanya soal prosedur pemilu langsung, tetapi juga efektivitas dan kualitas hasilnya. “Kalau lewat DPRD lebih efisien dan minim konflik, kenapa tidak?” pungkasnya.