Soal Rombel 50 Siswa, Encep Sugiana: Tambah Siswa Boleh, Tapi Jangan Korbankan Kualitas Belajar

Aggota DPRD Jabar, dr Encep Sugiana

BANDUNG, TINTAHIJAUCOM – Isu jumlah siswa per rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri kembali mencuat di tengah proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA/SMK di Jawa Barat.

Anggota DPRD Jawa Barat, Encep Sugiana, menyoroti wacana penambahan jumlah siswa per kelas sebagai solusi sementara untuk menampung siswa. Namun ia mengingatkan, penambahan itu harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak mengorbankan efektivitas pembelajaran.

“Kalau terlalu padat, pembelajaran tidak akan efektif. Rombel ideal itu 36 siswa. Sekarang untuk sekolah penyangga boleh sampai 40. Kalau ditambah lagi, itu harus dipikirkan matang-matang, jangan sampai justru merugikan anak-anak,” kata Encep dalam keterangannya di Bandung, Senin (24/6/2025).

Menurutnya, wacana menambah siswa per rombel muncul karena keterbatasan jumlah sekolah negeri dan ruang kelas yang tersedia di berbagai daerah. Banyak lulusan SMP dan MTs yang tidak bisa tertampung di SMA atau SMK Negeri karena kapasitas sekolah yang sudah penuh.

“Ini bukan soal niat baik atau tidak. Pemerintah Provinsi memang sudah berupaya menambah unit sekolah baru atau ruang kelas baru, tapi membangun sekolah itu tidak bisa cepat. Satu atau dua tahun belum tentu cukup, belum lagi soal ketersediaan lahan,” ungkapnya.

Encep menambahkan, kondisi keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan ini sudah berlangsung cukup lama. Bahkan, menurutnya, di beberapa sekolah negeri, jumlah rombel yang ada pun masih belum mencukupi untuk menampung siswa yang sudah terdaftar sebelumnya.

“Jangankan menambah kuota siswa baru, yang sudah ada pun masih kekurangan ruang kelas. Jadi solusi menambah siswa di setiap rombel harus disertai kajian akademik dan kesiapan sekolah,” katanya.

Sebagai solusi jangka pendek, Encep mendorong agar pemerintah Provinsi Jawa Barat mulai menjalin kemitraan aktif dengan sekolah swasta. Tujuannya adalah memberikan alternatif pendidikan bagi siswa dari keluarga kurang mampu yang tidak tertampung di negeri.

“Pemerintah bisa gandeng sekolah swasta, terutama dengan memberikan beasiswa kepada siswa dari keluarga tidak mampu. Jadi mereka tetap bisa sekolah dengan biaya ditanggung pemerintah, meskipun tidak di sekolah negeri,” jelas Encep.

Ia menilai, langkah kolaborasi dengan sekolah swasta akan menjadi jembatan penting bagi pemerataan akses pendidikan di tengah keterbatasan kapasitas sekolah negeri. Namun ia juga menekankan, kebijakan ini harus disusun dengan prinsip keadilan dan pemerataan.

“Intinya jangan sampai ada anak Jawa Barat yang tidak bisa sekolah hanya karena tidak tertampung di negeri. Kalau swasta siap dan kualitasnya bagus, pemerintah tinggal bantu dari sisi pembiayaan. Ini juga akan menghidupkan ekosistem pendidikan secara keseluruhan,” katanya.

Encep juga menyebut, jika pemerintah tetap mendorong penambahan siswa di setiap rombel sebagai solusi darurat, maka harus ada batas yang jelas dan kontrol mutu yang ketat.

“Kalau rombel terlalu krodit, guru pun akan kewalahan. Interaksi dengan siswa akan berkurang. Jadi jangan asal menambah saja. Kita harus pastikan kualitas belajar-mengajar tetap terjaga,” pungkasnya.