Wacana Wajib Militer bagi Siswa di JABAR, Begini Kata Pengamat Pendidikan

Kolase Youtube Kompas.com dan Soompi

BANDUNG, TINTAHIJAU.com – Rencana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk menerapkan program wajib militer bagi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dianggap memiliki kenakalan akut menuai tanggapan dari berbagai kalangan. Salah satu suara kritis datang dari Nina Anggraeni, pemerhati pendidikan sekaligus anggota Federasi Serikat Guru Indonesia (FGSI).

Dalam pernyataannya yang dikutip dari laporan KompasTV, Nina menilai bahwa rencana Dedi Mulyadi tersebut tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa tanpa kajian mendalam. Menurutnya, kebijakan seperti ini harus melibatkan berbagai pihak, termasuk pakar pendidikan, psikolog, dan pemangku kebijakan pendidikan nasional.

“Rencana KDM (Kang Dedi Mulyadi) dalam memberikan pendidikan militer untuk membina siswa yang unik—saya tidak mengatakan nakal, tapi unik—membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif dan sesuai dengan karakter bangsa,” ujar Nina.

Ia menekankan bahwa program ini tidak boleh berdiri di luar payung hukum kurikulum nasional yang selama ini menjadi dasar sistem pendidikan di Indonesia. “Kurikulum nasional, meskipun telah beberapa kali berganti, tetap menjadi acuan utama. Maka integrasi pendidikan militer harus berdasarkan kurikulum tersebut,” jelasnya.

Lebih lanjut, Nina menyoroti aspek teknis dan kesiapan pelaksanaan program yang direncanakan mulai Mei 2025. Ia meminta agar pemerintah provinsi terlebih dahulu mengadakan diskusi bersama para ahli dan menyusun landasan kebijakan yang kuat agar tidak terjadi pelanggaran hak-hak anak atau potensi penyimpangan dalam pelaksanaannya.

Sementara itu, Gubernur Dedi Mulyadi menyampaikan bahwa program ini ditujukan bagi siswa yang menunjukkan kenakalan akut, bahkan mengarah ke tindakan kriminal. Ia menegaskan bahwa keterlibatan TNI dan Polri diperlukan untuk mendukung proses pembinaan secara tegas dan terukur.

“Banyak orang tua dan guru yang sudah tidak sanggup menghadapi perilaku anak-anak mereka. Maka perlu tindakan nyata dan terstruktur. Salah satunya melalui pendidikan militer,” ujar Dedi saat ditemui di Gedung DPR RI.

Dedi menjelaskan bahwa siswa yang akan ikut program ini akan dimasukkan ke dalam barak militer melalui surat pernyataan orang tua. Meskipun demikian, status mereka sebagai pelajar tetap dipertahankan. Di dalam barak, para siswa akan mengikuti sistem pendidikan dan disiplin ketat, seperti jam tidur pukul 20.00 dan bangun pukul 04.00 pagi.

Menanggapi hal itu, Nina menyatakan dukungannya jika program ini dilakukan secara sukarela dan dengan persetujuan penuh dari orang tua serta anak yang bersangkutan. “Jika orang tua ikhlas dan anak juga bersedia, maka saya setuju. Pendidikan militer bisa berhasil jika dijalankan dalam suasana yang penuh kesadaran dan dukungan,” tandasnya.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, wacana wajib militer bagi siswa di Jawa Barat menjadi perdebatan penting dalam dunia pendidikan. Keseimbangan antara kebutuhan pembinaan karakter dan perlindungan hak anak menjadi faktor krusial yang harus diperhatikan sebelum program ini benar-benar diterapkan.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini