Profil  

Jejak Haryoko: Dari Illustrator, Sandiwara Radio, Iklan Radio hingga Model Iklan

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Bagi mereka yang tumbuh di era 1980-1990-an, suara cerita dalam sandiwara radio adalah teman setia yang mengisi pagi, siang, sore atau malam hari tergantung masing-masing radio yang menyiarkan. Dari balik cerita sandiwara itulah nama Haryoko hadir, menjadi salah satu pemeran yang turut memainkan karakter/tokoh dari dunia epik sandiwara radio Tutur Tinular yang penuh drama kehidupan, sekaligus menorehkan perjalanan panjang yang dimulai sebagai illustrator cover kaset Sanggar Cerita menjadi pemain sandiwara radio, voice over iklan, sutradara, hingga menjadi model iklan TV dan bahkan mengembangkan bisnis di industri audio hingga sekarang. Boleh dibilang Haryoko adalah salah satu jebolan Sanggar Prathivi yang masih eksis bermain di area industri audio dari era analog hingga era digital seperti yang kita lihat saat ini.

Ditengah kesibukannya, Haryoko masih bisa menyempatkan diri untuk berolah raga dan menjaga bakat seninya dibidang seni lukis.

Tutur Tinular dan Jejak Sandiwara Radio

Nama Haryoko tidak bisa dilepaskan dari dunia sandiwara radio yang melegenda di Indonesia. Salah satu tonggak pentingnya adalah keterlibatan dalam drama radio “Tutur Tinular”, karya besar S. Tidjab yang mengudara pada dekade 1980-1990-an.

Generasi yang tumbuh di era itu pasti masih akrab dengan sosok Arya Kamandanu, Arya Dwipangga, Mei Shin, Sakawuni, Mpu Tong Bajil, Dewi Sambi dan Mpu Renteng.

Karakter-karakter epik yang menghadirkan kisah tentang perjuangan, cinta, dan kepahlawanan. Setiap hari, jutaan pendengar setia menunggu kelanjutan ceritanya, seakan kisah Arya Kamandanu dan lainnya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Siapapun mau meninggalkan sejenak pekerjaan demi mendengarkan cerita dari sandiwara kesayangannya, seolah tak mau ketinggalan satu detikpun. Di rumah, kantor, sekolah, warung, sawah atau dimanapun semua focus mendengarkan ketika radio menyiarkan sandiwara radio.

Kesuksesan “TuturTinular” bahkan merambah ke layar lebar. Film Pedang Nagapuspa menampilkan aktor-aktor populer seperti Benny G. Rahardja (Arya kamandanu), Elly Ermawatie (Mei Shin), dan Baron Hermanto (Arya Dwipangga), di bawah arahan sutradara Nurhadi Irawan. Film ini bahkan menjadi film unggulan di FFI 1990 untuk artistic dan suara, juga menjadi film terlaris III di Jakarta tahun 1990 dengan 379.710 menurut data Perfin. (Wikipedia)

Dalam produksi drama radio itu, Haryoko bersama pengisi suara lain seperti Ferry Fadly, Elly Ermawatie, M. Aboed, Ivonne Rose, Asdi Suhastra, Petrus Urspon, Maria Oentoe, Eddy Dhosa, hingga Herry Akik dan yang lainnya berperan besar menghidupkan karakter-karakter yang hingga kini masih membekas dalam ingatan pendengar.

Tutur Tinular bukan sekadar hiburan, ia juga menghadirkan teladan moral yakni keberanian, kejujuran, dan jiwa kepahlawanan. Nilai-nilai kehidupan inilah yang menjadikan sandiwara tersebut tetap relevan dan dikenang hingga kini yang tak lekang oleh jaman.

Dari Sandiwara ke Iklan Radio

Setelah menorehkan jejak dalam dunia sandiwara radio, Haryoko melanjutkan kiprahnya di bidang audio dengan menggarap iklan radio. Pada dekade 1980-2000-an, iklan radio menjadi primadona media promosi bagi para produsen. Kreativitas tinggi diperlukan agar iklan bukan hanya enak didengar, tetapi juga efektif, edukatif dan mudah diingat.

Haryoko, dengan suara khas dan pengalaman panjangnya, menjadi salah satu sosok penting di balik banyak produksi iklan radio. Rata-rata dalam sehari memproduksi tak kurang dari 4 brand iklan radio. Salah satu contohnya adalah iklan untuk Listerine (2008/2009), hasil kolaborasi dengan JWT/Adforce, kreatif Randy Rinaldi, yang digarap di Cut2Cut Audio Productions yang memenangkan Silver Award kategori iklan radio dengan judul Si Menik.

Tahun 2009 Haryoko sempat “terjebak” menjadi model iklan Teh Sariwangi sebanyak 3 versi yang berjudul Mari Bicara. Kemudian untuk versi 35 tahun Sariwangi dan Promo Sari Wangi Go to Bali. Berlanjut Iklan TV PSA Money Laundering sebanyak 4 versi, juga iklan TV Sprei Rossana.

Namun karena kecintaannya terhadap dunia audio, Haryoko akhirnya hanya fokus pada Cut2Cut.

Cut2Cut Studio dan Cerita Suara

Pada 2002, Haryoko mendirikan Cut2Cut Studio, sebuah rumah produksi audio yang menjadi wadah bagi kreativitasnya. Studio ini tidak hanya memproduksi iklan untuk merek-merek besar seperti AXE, Lifebuoy, Ponds, Rinso, Lazada, hingga Agung Sedayu, tetapi juga tetap menjaga tradisi sandiwara radio, beberapa judul diantaranya adalah: Pelangi Diatas Glagah Wangi, Kasih Sepanjang Jalan, Asmara Di Tengah Bencara Session 1-3 yang semuanya karya besar S. Tidjab. Dilanjutkan dengan sandiwara format baru bernama Cerita Suara yang bekerjasama dengan RCTI Plus.

Beberapa judul populer yang digarap Cut2Cut antara lain cerita yang bertema horror/misteri Beranak dalam Kubur, Kereta Hantu Stasiun Cikini, Misteri Terowongan Casablanca, Lasmi Penghuni Jeruk Purut, Bulu Kuduk, Misteri Rumah Pondok Indah dan lain-lain. Ada juga cerita komedi dan roman. Karya-karya itu dapat dinikmati melalui platform digital: https://radio.rctiplus.com/audio-series

Komitmen Cut2Cut dalam menjaga kualitas membuahkan penghargaan internasional bergengsi, mulai dari Cannes Lions, Adfest, hingga Citra Pariwara. “Pencapaian ini adalah bukti keseriusan, profesionalisme, sekaligus passion kami yang terus beradaptasi dengan perkembangan jaman,” tutur Haryoko.

Sanggar Cerita, Sanggar Prathivi, dan Dunia Lukis

Selain melalui Cut2Cut, Haryoko juga banyak berkarya lewat Sanggar Cerita dan Sanggar Prathivi, dua wadah yang memperkaya khazanah sandiwara radio Indonesia. Kedua sanggar itu menjadi kawah candradimuka bagi lahirnya cerita-cerita populer yang menghibur sekaligus mendidik.

Di luar dunia audio, Haryoko pun menyalurkan bakat dan ekspresi artistiknya melalui lukisan. Seni rupa baginya adalah ruang refleksi personal, sekaligus medium lain untuk bercerita dengan warna, garis, dan bentuk. Seperti halnya dalam sandiwara radio dan iklan, dalam lukisan pun Haryoko selalu mencari cara untuk menghadirkan emosi, makna, dan pengalaman yang menyentuh orang lain.

Kini, meski waktu telah bergulir jauh, jejak karya Haryoko tetap melekat di ingatan. Sandiwara Radio, iklan radio, hingga cerita suara yang ia garap seakan menghadirkan kembali suasana masa lalu, ketika keluarga berkumpul mendengarkan radio dengan penuh antusias. Lewat lukisan dan karyanya yang lain, ia terus menjaga nyala kreativitas itu, menjadikan nostalgia bukan sekadar kenangan, tetapi juga warisan yang menginspirasi generasi berikutnya.

Diusianya yang ke 65 tahun sekarang ini, Haryoko tetap aktif mengelola Cut2Cut dan untuk menyesuaikan dengan perkembangan jaman agar tak ketinggalan maka tahun ini meluncurkan Cut2Class dimana ini bisa menjadi wadah untuk belajar bagi generasi penerus yang ingin mengembangkan bakat dibidang industri audio melalui kelas-kelas yang disiapkan oleh Cut2Class.

Penulis: Kin Sanubary