
SUBANG, TINTAHIJAU.com – Kisah inspiratif sering kali bermula dari perjuangan dan keteguhan hati seseorang yang menghadapi tantangan berat. Rahmat, seorang santri asal Dusun Lombongan, sebuah dusun terpencil di bagian selatan Provinsi Sulawesi Barat, menjadi contoh nyata bagaimana tekad, usaha, dan doa dapat membuka pintu-pintu baru yang tak terduga.
Sejak masa kecil, Rahmat, yang juga akrab disapa Ade, telah memendam cita-cita mulia untuk menjadi seorang dokter. Ketika itu, daerahnya masih minim akan tenaga medis, dan Ade ingin memberikan kontribusi berarti bagi masyarakatnya. Namun, perjalanan menuju impian ini tidaklah mulus.
Setelah menyelesaikan pendidikan SMP, Ade melanjutkan studi di Pondok Pesantren Modern Al-Ikhlas Lampoko, yang terletak sekitar 75 km dari desanya. Di sinilah tekadnya semakin tumbuh kuat, terinspirasi oleh banyaknya alumni pesantren yang berhasil melanjutkan pendidikan di berbagai perguruan tinggi.
Meskipun begitu, jalannya menuju mimpi tak selalu terang. Pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2018, Ade gagal diterima di program studi kedokteran yang diimpikannya. Namun, ketekunan dan semangatnya tak kunjung padam.
Kemudian, kesempatan baru muncul. Ade berhasil meraih beasiswa untuk kuliah kedokteran di China. Namun, pandemi COVID-19 mengubah rencananya. Pusat pandemi berada di China, sehingga Ade terpaksa harus mengurungkan niatnya untuk berangkat.
Namun, Ade tak menyerah. Pilihan lain terbuka ketika ia mendaftar di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Majene, yang letaknya lebih dekat dengan keluarganya. Meskipun awalnya ia ingin menjadi dokter, Ade memutuskan untuk mengejar studi dalam bidang Tadris Bahasa Inggris dengan harapan dapat menjadi pendidik yang berpengaruh di daerahnya.
Pada masa kuliahnya, Ade tidak hanya fokus pada studi saja. Ia juga menjadi sukarelawan guru mengaji di Rumah Qur’an Moloku dan mengembangkan keterampilan bisnisnya melalui “AdeeraGift”, usaha yang menghasilkan parsel, buket, mahar, dan produk kerajinan tangan lainnya. Inisiatif ini bukan hanya untuk mendukung dirinya sendiri, tetapi juga untuk meringankan beban keluarganya.
Namun, perjalanan Ade belum berakhir di sini. Ia mendengar tentang program beasiswa MOSMA (MORA Overseas Student Mobility Awards) dari dosennya. Tanpa ragu, Ade memutuskan untuk mengikuti seleksi. Dengan persiapan yang terbatas, ia menjalani tes TOEFL dan berhasil lulus seleksi administratif.
Proses wawancara dengan bahasa Inggris menjadi tantangan tersendiri. Ade belajar dari berbagai sumber, tetapi wawancara tersebut menjadi lebih awal dari yang ia harapkan. Dengan keberanian dan usaha, ia melewati tahap ini dan berhasil mendapatkan beasiswa penuh untuk kuliah selama satu semester di Amerika.
Kabar ini bukan hanya menggembirakan Ade, tetapi juga menghancurkan hatinya karena sang ayah telah meninggal sebulan sebelumnya dan tak sempat melihat keberhasilannya. Meskipun demikian, semangatnya tak pernah surut. Ibunya merasa bangga dan terharu melihat impiannya menjadi kenyataan.
Kisah perjuangan Ade mengajarkan kita bahwa pintu tak akan selalu terbuka pada saat yang tepat atau dalam bentuk yang diharapkan. Namun, dengan tekad, usaha keras, dan doa yang tulus, kita bisa mengatasi rintangan dan menjalani perjalanan menuju impian kita. Ade membuktikan bahwa dari sebuah dusun terpencil, ia mampu menapaki dunia dengan beasiswa kuliah di Amerika, menginspirasi banyak orang untuk tidak pernah menyerah pada mimpi mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
FOLLOW SOCMED:
FB & IG: TINTAHIJAUcom
IG & YT: TINTAHIJAUcom
E-mail: red.tintahijau@gmail.com