JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Harga-harga naik, penghasilan tetap, dan pengeluaran seakan tak ada habisnya. Situasi ini pasti terasa akrab bagi banyak keluarga Indonesia belakangan ini. Tapi menurut Mike Rini, perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi, kondisi sulit bukan alasan untuk menyerah. Justru di masa-masa seperti inilah, kecerdasan dalam mengatur keuangan benar-benar diuji.
“Yang penting bukan seberapa besar uang yang kita punya, tapi bagaimana kita mengelolanya,” kata Mike dalam program Kompas Bisnis di Kompas TV. Berikut empat langkah praktis yang ia bagikan agar keuangan keluarga tetap sehat meski ekonomi sedang seret.
1. Bedakan “Butuh” dan “Ingin”
Kuncinya sederhana: dahulukan kebutuhan pokok. Di tengah kenaikan harga, penghasilan keluarga sebaiknya diarahkan untuk mencukupi kebutuhan utama seperti makanan, listrik, dan pendidikan anak.
Mike mencontohkan, kebiasaan kecil seperti jajan bisa menjadi penyebab kebocoran anggaran. “Kadang kelihatannya kecil, cuma seribu atau dua ribu rupiah. Tapi kalau dilakukan tiap hari, bisa menguras uang belanja juga,” ujarnya.
Ia menyarankan keluarga untuk lebih selektif dalam berbelanja—tidak harus pelit, tapi bijak. Tahan dulu keinginan yang bukan prioritas, agar kebutuhan penting tetap aman.
2. Evaluasi dan Catat Pengeluaran
Langkah berikutnya adalah audit keuangan rumah tangga. Mulailah dengan mencatat semua pengeluaran, sekecil apa pun. Dari situ, akan terlihat mana yang benar-benar penting dan mana yang bisa dikurangi.
“Kalau ada pos belanja yang bisa dikurangi atau bahkan dihapus, lakukan,” tegas Mike. Misalnya, mengganti bahan makanan yang sedang mahal dengan alternatif yang lebih terjangkau.
Mencatat juga membuat kita lebih sadar terhadap aliran uang. Tanpa catatan, uang sering hilang entah ke mana. “Berapa pun penghasilan kita, kalau tak punya rencana dan catatan, uang bisa habis begitu saja,” ujarnya.
3. Siapkan Dana Darurat, Atur Utang, dan Tetap Menabung
Ekonomi boleh ketat, tapi tabungan tetap harus jalan. Idealnya, 10 persen dari pendapatan disisihkan untuk dana darurat. Kalau belum bisa sebesar itu, mulai kecil pun tak masalah.
“Yang penting konsisten. Nabung Rp10.000 per hari juga bagus asal rutin,” kata Mike.
Untuk urusan utang, ia mengingatkan agar cicilan tidak lebih dari sepertiga penghasilan bulanan. “Semakin kecil cicilan, semakin sehat kondisi keuangan,” jelasnya.
Selain itu, jangan lupakan perlindungan dasar seperti BPJS Kesehatan untuk berjaga-jaga dari risiko mendadak.
4. Libatkan Semua Anggota Keluarga
Mengatur keuangan keluarga bukan tugas satu orang. Semua anggota harus ikut berperan. “Kalau ibu sudah hemat, tapi anak minta jajan terus, atau ayahnya pengin jalan-jalan, ya sama saja,” kata Mike sambil tersenyum.
Kesuksesan finansial keluarga ditentukan oleh kerja sama dan kedisiplinan bersama. Ajak anak memahami pentingnya menabung, dan jadikan penghematan sebagai budaya rumah tangga, bukan sekadar kewajiban.
Hidup Tenang Bukan Karena Banyak Uang
Mengelola keuangan di masa sulit bukan hanya soal angka di rekening, tapi soal kebiasaan dan sikap. Fokus pada kebutuhan, catat pengeluaran, siapkan dana cadangan, dan jaga komitmen keluarga.
Karena pada akhirnya, hidup yang tenang bukan datang dari banyaknya uang—melainkan dari kemampuan mengatur apa yang kita miliki dengan bijak.

 
							




