SUBANG, TINTAHIJAU.com – Di tengah hiruk pikuk kota Subang yang terus bertumbuh, ada satu ruang yang tetap setia menjadi tempat pelarian banyak warganya: Alun-Alun Subang. Ia bukan sekadar taman kota. Ia adalah saksi bisu kehidupan, tempat beragam kisah bermula, dan ruang di mana denyut sosial masyarakat terasa begitu nyata.
Terletak strategis di jantung Kota Subang, taman ini menawarkan kombinasi antara estetika, kenyamanan, dan fungsi sosial yang kuat. Pasca direvitalisasi secara total pada tahun 2022, wajah alun-alun berubah drastis. Kini lebih modern, bersih, dan inklusif. Nama barunya pun bukan sembarang nama. “Benteng Pancasila” dipilih untuk menegaskan komitmen terhadap nilai-nilai kebhinekaan, persatuan, dan kebangsaan.
“Sekarang mah beda jauh, dulu alun-alun ya cuma tempat lewat atau ngaso sebentar. Sekarang jadi tempat kumpul yang enak dan rapi. Anak-anak bisa main, orang tua bisa duduk santai. Ini jadi ruang yang hidup,” ungkap Rochman (45), warga Karanganyar yang hampir tiap sore datang bersama keluarganya.
Lebih dari Sekadar Taman Kota
Berjalan di kawasan alun-alun hari ini, pengunjung akan menemukan area hijau tertata rapi, jalur pedestrian lebar dan bersih, taman bermain anak, serta deretan bangku dengan desain kekinian. Di sisi-sisi tertentu, disediakan spot swafoto Instagramable yang seringkali dipadati anak muda, terutama saat sore hingga malam hari.
Pemandangan paling ramai terjadi setiap akhir pekan. Warga Subang dan pelancong luar kota berkumpul untuk menikmati pertunjukan seni di panggung terbuka. Mulai dari musik akustik, tarian tradisional, hingga bazar UMKM yang menggoda.
“Saya dan teman-teman komunitas musik pernah tampil di acara Subang Fest. Rasanya senang banget bisa manggung di ruang publik dan disaksikan langsung warga. Ini tempat yang ramah seniman,” kata Yudha (21), anggota band lokal yang rutin tampil saat event bulanan itu.
Ruang Sosial yang Selalu Hidup
Alun-alun ini bukan hanya hidup di malam hari. Justru sejak fajar menyingsing, kawasan taman ini sudah dipenuhi warga. Ada yang jogging, senam pagi, bersepeda, hingga sekadar duduk membaca koran atau mengobrol santai sambil menikmati udara segar Subang.
“Setiap pagi saya olahraga di sini. Kalau Sabtu-Minggu rame banget, kadang sampai harus datang lebih awal biar kebagian tempat jogging,” ujar Bu Tuti (58), warga Kelurahan Cigadung yang mengaku rutin datang setiap hari sejak alun-alun dibuka kembali.
Di sisi utara taman, deretan pedagang kaki lima menyajikan berbagai kuliner menggoda: dari cilok dan batagor, hingga nasi goreng dan kopi seduh. Anak-anak bisa bermain di wahana perosotan dan trampolin, remaja menjajal arena BMX mini, sementara keluarga muda duduk-duduk di rerumputan sambil menyaksikan anak mereka bermain bebas.
Milik Semua Kalangan, Cerminan Wajah Kota
Revitalisasi Alun-Alun Subang bukan hanya pembangunan fisik, tapi juga transformasi sosial. Tempat ini kini menjadi milik semua kalangan. Tak ada batasan usia, profesi, atau latar belakang. Siapa pun bisa datang dan merasa diterima.
“Saya tukang ojek, kalau lagi sepi order saya duduk di taman ini sambil makan. Adem, bersih, dan bisa recharge tenaga. Kalau capek, ya ke sini aja, ngadem bentar,” kata Ujang (34), sambil tersenyum.
Setiap akhir bulan, Subang Fest hadir membawa warna berbeda. Tema yang berganti setiap bulan memberi ruang kepada semua komunitas untuk tampil dan menyampaikan pesan. Dari komunitas literasi, seni rupa, budaya Sunda, sampai kampanye lingkungan. Alun-alun menjadi panggung inklusif yang menghubungkan banyak cerita.
Lebih Dekat dari yang Dibayangkan
Berlokasi di Jalan Wangsa Gofarana, alun-alun berada tepat di depan Masjid Agung Subang dan hanya beberapa langkah dari Museum Wisma Karya. Pengunjung luar kota bisa dengan mudah mencapainya—baik dengan kereta, bus, maupun kendaraan pribadi. Dari Stasiun Subang, taman ini hanya berjarak 5 menit berkendara.
Sekitarnya juga dilengkapi fasilitas lengkap seperti taman kota, kampung wisata tematik, pusat perbelanjaan, hingga kuliner legendaris khas Subang.
Ruang Sederhana, Tapi Penuh Makna
Alun-Alun Subang memang bukan tempat wisata mewah. Tapi justru di situlah kekuatannya. Ia menjadi ruang yang tak memaksa, namun menawarkan begitu banyak. Tempat ini mengajarkan bahwa kebahagiaan bisa hadir dari kesederhanaan—dari tawa anak kecil yang berlarian, obrolan dua orang tua di bangku taman, atau perjumpaan antarkomunitas yang saling menyemangati.
“Subang ini kota kecil, tapi punya taman kota yang hidup dan bermakna. Saya bangga bawa tamu dari luar ke sini. Mereka selalu bilang, suasananya ramah dan bersih,” ucap Pak Hermawan (50), seorang guru SMP di Subang Kota.
Di tengah pembangunan dan modernisasi yang terus berlangsung di Subang, Taman Benteng Pancasila tetap berdiri sebagai oase yang tak hanya menyegarkan tubuh, tetapi juga hati dan pikiran.
Setiap kota butuh ruang publik yang menjadi milik semua orang. Alun-Alun Subang kini tak hanya menjadi ikon visual, tapi juga ikon sosial. Ia menghidupkan percakapan, membangun kedekatan, dan menyatukan perbedaan dalam kebersamaan yang hangat.
Di setiap sudutnya, ada tawa, harapan, dan kisah. Dan siapa pun yang datang, akan pulang membawa satu: cerita tentang kota yang bersahaja tapi menyambut dengan hangat—Subang.