SUBANG, TINTAHIJAU.com — Dalam khazanah budaya Sunda, ular bukan sekadar binatang berbisa yang menakutkan, tetapi juga merupakan simbol spiritual dan mitologis yang sarat makna. Salah satu figur penting yang mencerminkan hal ini adalah Antaboga, dewa ular yang memiliki peran penting dalam mitologi masyarakat Sunda.
Asal-usul dan Peran Antaboga dalam Mitologi Sunda
Menurut cerita-cerita kuno yang terekam dalam naskah Wawacan Sulanjana, Antaboga atau yang juga dikenal sebagai Anantaboga atau Naga Sesa, adalah seekor ular suci yang menjadi bagian dari sistem kepercayaan spiritual masyarakat Sunda zaman dahulu. Kisahnya dimulai ketika para dewa di kahyangan diperintahkan oleh Batara Guru untuk membangun Bale Pancawarna, dan mereka yang tidak membantu akan dipotong tangan dan kakinya.
Antaboga, yang hanya berbentuk ular tanpa tangan dan kaki, menjadi bingung dan takut karena bagian tubuhnya yang bisa dipotong hanyalah lehernya. Dalam kesedihan mendalam, Antaboga meneteskan air mata yang kemudian berubah menjadi tiga butir telur berkilau seperti kristal. Ia mengulum telur-telur itu dan bermaksud menyerahkannya kepada Batara Guru sebagai bentuk pengabdian.
Namun di tengah perjalanan, seekor burung elang menyapanya. Karena tidak bisa menyahut — sebab mulutnya penuh dengan telur — elang itu mengira Antaboga sombong, lalu menyambarnya. Akibatnya, dua telur jatuh dan pecah, menjelma menjadi Kala Buwat dan Budug Basu. Satu telur yang tersisa akhirnya sampai ke tangan Batara Guru dan dierami oleh Antaboga hingga menetas menjadi seorang bayi perempuan yang cantik.
Anak tersebut kemudian diberi nama Pohaci Sanghyang Sri, yang dikenal dalam kepercayaan masyarakat Sunda sebagai Dewi Padi, simbol kesuburan dan kemakmuran. Dari kisah ini tampak bahwa Antaboga bukan hanya sosok mitologis biasa, tetapi juga entitas suci yang menjadi perantara lahirnya kehidupan dan pangan bagi umat manusia.
Ular dalam Simbol dan Seni Budaya Sunda
Keberadaan ular sebagai simbol spiritual juga tercermin dalam seni dan arsitektur tradisional masyarakat Sunda. Penelitian yang dilakukan oleh Jawad Mughofar KH di daerah Rancakalong, Sumedang, menunjukkan bahwa ukiran ular masih banyak ditemukan di sudut-sudut rumah adat. Terutama saat upacara tradisional seperti Seren Taun Bubur Sura, simbol ular ini menjadi bagian dari peringatan terhadap asal mula kehidupan, khususnya asal mula padi.
Menurut narasumber dalam penelitian tersebut, ukiran ular tersebut melambangkan legenda awal mula tanaman padi, merujuk pada kisah lahirnya Pohaci Sanghyang Sri dari telur yang dierami oleh Antaboga.
Simbolisme Ular dalam Budaya Timur dan Barat
Menariknya, persepsi terhadap ular atau naga berbeda antara budaya Timur dan Barat. Dalam budaya Barat, naga cenderung dianggap sebagai makhluk jahat yang harus dikalahkan — sering digambarkan sebagai musuh yang ditaklukkan oleh para pahlawan. Sebaliknya, dalam budaya Timur seperti di Cina dan juga dalam budaya Sunda, ular atau naga merupakan simbol kebaikan, pelindung, serta penghubung antara dunia atas dan dunia bawah.
Kisah Antaboga ini menjadi bukti nyata bahwa masyarakat Sunda tradisional memiliki pandangan spiritual yang mendalam terhadap alam dan makhluk hidup. Melalui mitologi ini, tergambar harmonisasi antara manusia, alam, dan kekuatan supranatural yang dijalin dalam bentuk cerita, seni, dan ritual budaya.
Mitologi Antaboga bukan hanya kisah tentang dewa ular, tetapi juga refleksi dari cara masyarakat Sunda menghargai alam dan mengaitkan keberadaan makhluk dengan nilai-nilai kehidupan seperti kesuburan, ketulusan, dan pengabdian. Budaya Sunda dengan kekayaan mitologinya menyimpan banyak pelajaran, baik dalam aspek spiritual, seni, maupun filosofi hidup yang masih relevan hingga kini.