Jakarta — Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menegaskan pentingnya pengawasan dalam proses daur ulang nomor kartu SIM untuk mencegah penyalahgunaan yang dapat mengarah pada tindak penipuan daring.
“Kita berharap pengawasan tetap dilakukan. Pelaporan dari operator dilakukan, operator juga tetap tunduk pada regulasi,” ujar Direktur Eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, saat ditemui seusai diskusi di Jakarta Selatan, Rabu (16/7).
Marwan menjelaskan bahwa pemerintah telah memiliki sejumlah regulasi yang mengatur penggunaan dan pengelolaan nomor kartu SIM. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2024, yang membatasi penggunaan maksimal tiga nomor SIM per operator untuk satu Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Selain itu, dalam Permenkominfo Nomor 14 Tahun 2018 tentang Rencana Dasar Teknis Telekomunikasi Nasional, disebutkan bahwa nomor yang tidak aktif selama 60 hari akan dinonaktifkan secara otomatis. Nomor tersebut kemudian dapat didaur ulang dan dialokasikan kepada pelanggan baru.
“Semua betul-betul mengikuti aturan yang sudah ada. Kalau pertanyaannya adalah bagaimana penyelenggaraannya? Ya, kita harus bicara soal pengawasan ruang digital bersama pemerintah,” tambah Marwan.
Untuk mencegah penyalahgunaan nomor daur ulang, Marwan mengimbau masyarakat agar aktif melapor apabila menemukan indikasi penyimpangan. Laporan dapat disampaikan melalui call center Kementerian Komunikasi dan Digital di nomor 159.
“Jadi masyarakat tinggal lapor aja ke sana. Kalau nggak dilapor, malah pemerintah tidak tahu,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid sebelumnya menegaskan bahwa pembatasan penggunaan SIM card merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menekan panggilan spam dan penyalahgunaan identitas.
“Ketika kita mengatur itu bukan untuk menyulitkan masyarakat, tetapi agar operator menegakkan bahwa per NIK maksimal tiga nomor. Itu juga harus dilakukan pemutakhiran data oleh operator,” jelas Meutya.
Lebih lanjut, pemerintah juga mendorong penggunaan eSIM yang dianggap lebih aman karena memerlukan verifikasi biometrik untuk memastikan kecocokan data dengan NIK pemilik perangkat.
Dengan regulasi yang ketat dan pengawasan yang konsisten, diharapkan ekosistem digital nasional dapat menjadi ruang yang lebih aman dan nyaman bagi seluruh pengguna layanan telekomunikasi di Indonesia.

