JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa suhu dingin yang dirasakan di sejumlah wilayah Indonesia belakangan ini bukan disebabkan oleh fenomena Aphelion. Melalui pernyataan resminya yang dikutip dari akun Instagram @infobmkg pada Rabu (9/7/2025), BMKG menyebut bahwa penurunan suhu ini merupakan hal yang wajar dan biasa terjadi setiap musim kemarau, terutama di wilayah selatan khatulistiwa seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Bukan Aphelion, Ini Penjelasannya
Fenomena Aphelion merupakan kejadian astronomi tahunan ketika posisi bumi berada pada titik terjauhnya dari matahari. Biasanya terjadi sekitar bulan Juli, Aphelion memang menyebabkan matahari tampak sedikit lebih kecil dari biasanya. Namun, BMKG menegaskan bahwa fenomena ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap suhu udara atau kondisi atmosfer di permukaan bumi.
“Fenomena suhu dingin yang terjadi di Indonesia selama Juli hingga September lebih dipengaruhi oleh faktor meteorologis, bukan astronomis seperti Aphelion,” jelas BMKG.
Tiga Faktor Utama Penyebab Cuaca Dingin
BMKG memaparkan tiga faktor utama yang menyebabkan suhu udara lebih dingin selama musim kemarau ini:
- Musim Kemarau dan Angin Timuran (Monsoon Australia)
Indonesia saat ini berada dalam periode musim kemarau yang ditandai dengan dominasi angin dari arah timur atau tenggara, dikenal sebagai angin Monsoon Australia. Angin ini bersifat kering dan membawa udara dingin dari Benua Australia ke wilayah selatan Indonesia. - Langit Cerah di Malam Hari
Kondisi langit yang cerah mempercepat pelepasan panas dari permukaan bumi ke atmosfer pada malam hari. Akibatnya, suhu udara menjadi lebih dingin, terutama menjelang dini hari. - Hujan Sporadis dan Massa Udara Dingin
Meski sedang musim kemarau, hujan masih terjadi secara sporadis di beberapa wilayah. Hujan ini membawa massa udara dingin dari awan ke permukaan, sehingga turut menurunkan suhu dan menghambat proses pemanasan oleh sinar matahari di siang hari.
BMKG Imbau Waspada Informasi Menyesatkan
BMKG juga mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah percaya pada informasi simpang siur yang beredar di media sosial terkait cuaca ekstrem. Penting untuk merujuk pada sumber resmi seperti situs web dan media sosial resmi BMKG agar tidak terjebak hoaks.
Dengan pemahaman yang tepat mengenai kondisi cuaca, masyarakat diharapkan tetap tenang dan dapat menyesuaikan aktivitas harian secara bijak, terutama selama puncak musim kemarau yang berlangsung dari Juli hingga September.



