MAJALENGKA, TINTAHIJAU.COM — Peringatan Harlah ke-75 Fatayat NU yang digelar di kompleks Pondok Pesantren Ekologi Al-Mizan, Wanajaya, Majalengka, Sabtu (31/5/2025), menjadi panggung penting bagi Gubernur Jawa Barat, H. Dedi Mulyadi, untuk menyuarakan kembali gagasan besarnya soal Islam dan ekologi.
Di hadapan ribuan hadirin yang terdiri dari masyarakat, santri, dan kader Fatayat NU, Dedi tampil dengan narasi kuat tentang pentingnya peran pesantren dan kiai dalam menyelamatkan bumi.
“Pesantren jangan hanya menjadi tempat belajar agama, tapi juga benteng moral yang berdiri paling depan dalam menyelamatkan lingkungan. Kiai bukan cuma guru ngaji, kiai adalah penjaga bumi,” tegas Dedi Mulyadi, disambut riuh tepuk tangan para peserta.
Gubernur yang dikenal dengan gaya blusukannya ini menyuarakan keresahan akan krisis lingkungan yang kian mengancam. Ia menyebut pesantren sebagai institusi yang memiliki otoritas moral dan jaringan sosial luas, sehingga sangat strategis untuk menjadi pusat gerakan perubahan.
Lebih jauh, Dedi menyebut ajaran Islam sebagai sumber inspirasi yang kaya akan nilai-nilai ekologis—mulai dari hemat air, larangan merusak alam, hingga anjuran menanam pohon. Namun, menurutnya, krisis saat ini bukan karena ajarannya kurang, melainkan karena kesadaran umat yang menurun.
“Kalau umat Islam benar-benar mengamalkan ajaran Rasulullah, bumi kita tidak akan rusak seperti sekarang. Masalahnya bukan pada ajaran, tapi pada kesadaran. Dan pesantren bisa jadi tempat membangkitkan kesadaran itu,” ujarnya dengan nada tegas.
Dedi juga memuji KH. Maman Imanulhaq sebagai sosok yang berhasil menerjemahkan nilai-nilai Islam dalam praktik ekologi lewat Pesantren Al-Mizan.
“Kang Maman ini sahabat saya. Dia membuktikan bahwa pesantren bisa menjadi tempat menyatu antara agama, pendidikan, dan pelestarian alam. Ini pesantren masa depan,” kata Dedi.
Usai memberikan sambutan, Gubernur Dedi turut menanam pohon matoa di lingkungan pesantren sebagai simbol komitmennya terhadap gerakan penghijauan. Aksi simbolik ini mendapat apresiasi luas dan menjadi penanda kuat bahwa gerakan lingkungan harus dimulai dari keteladanan.
Pimpinan Ponpes Al-Mizan, Dr. KH. Maman Imanulhaq menanggapi gagasan Dedi Mulyadi dengan menegaskan bahwa kesadaran ekologi bukan sekadar tren, tetapi bagian dari ajaran Islam yang substansial. Ia menyebut pesantren ekologi sebagai wujud ibadah yang menyeluruh.
“Kami ajarkan kepada santri bahwa membuang sampah sembarangan itu dosa. Menebang pohon sembarangan itu kezaliman. Jadi mencintai bumi adalah bagian dari mencintai Tuhan,” ujar KH. Maman.
Rangkaian acara Harlah diisi dengan kegiatan yang mencerminkan semangat inovasi dan kebudayaan, seperti bazar UMKM, pasar murah, pelatihan menulis bersama Penerbit Kompas, pelatihan pembuatan website oleh Pandi.id, donor darah bersama PMI Cirebon, serta pertunjukan seni budaya lokal seperti Gembyung Buhun dan Tari Topeng Rampak.
Acara ini juga dihadiri sejumlah tokoh nasional dan daerah, termasuk Direktur Urusan Agama Islam Kemenag RI Dr. H. Arsad Hidayat, Direktur Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan Maino Dwi Hartono, serta Bupati Majalengka Drs. H. Eman Suherman.