Ragam  

Fenomena “New Year, New Mental Issues” Tekanan di Balik Harapan Tahun Baru

Ilustrasi. Kementerian Kesehatan melaporkan ribuan calon dokter spesialis mengalami gejala depresi ringan.(iStock/PonyWang)

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Media sosial kembali diramaikan oleh tren unik yang memantik perhatian banyak orang, yaitu “New Year, New Mental Issues”. Tren ini menjadi respons ironis terhadap perayaan tahun baru yang biasanya diwarnai dengan semangat optimisme dan resolusi besar. Berbeda dengan slogan populer “New Year, New Me”, tren ini justru menyoroti sisi lain dari pergantian tahun yang sering kali membawa tekanan mental.

Fenomena ini pertama kali muncul melalui unggahan di TikTok oleh pengguna bernama Azy. Dalam video yang diunggah, Azy membagikan tangkapan layar percakapan dengan kalimat mencolok: “New Year, New Mental Issues”. Unggahan tersebut viral, memperoleh lebih dari 50.000 suka dan dibagikan lebih dari 2.800 kali. Banyak netizen merasa kalimat ini sangat relevan dan mencerminkan suasana hati mereka menjelang tahun baru.

Tekanan di Balik Harapan Tahun Baru

Tahun baru sering kali dianggap sebagai lembaran baru, memberikan harapan untuk memperbaiki diri dan mencapai tujuan baru. Namun, tradisi ini juga bisa membawa tekanan besar. Harapan tinggi dan ekspektasi untuk sukses dapat memicu stres dan kecemasan. Menurut Bridger Peaks Counseling, ada beberapa faktor psikologis yang menjadi penyebab munculnya stres saat memasuki tahun baru.

  1. Perfeksionisme dan Tujuan yang Tidak Realistis
    Banyak orang cenderung menetapkan resolusi yang terlalu tinggi dan sulit dicapai. Meskipun mengejar kesempurnaan bisa menjadi hal positif, perfeksionisme yang berlebihan justru dapat menimbulkan perasaan gagal ketika tujuan tersebut tidak tercapai. Padahal, setiap langkah kecil adalah bentuk kemajuan yang patut dirayakan. Mengubah sudut pandang dan fokus pada kemenangan kecil bisa membantu meringankan beban tersebut.
  2. Ketakutan akan Kegagalan dan Kritik Diri
    Rasa takut gagal sering kali menghentikan seseorang untuk melangkah atau mengambil risiko. Akibatnya, kecemasan dan keraguan diri semakin besar. Kegagalan yang sebenarnya adalah bagian dari proses pertumbuhan, namun banyak orang merasa seolah-olah kesalahan kecil adalah kegagalan besar.
  3. Perbandingan Sosial dan Tekanan Eksternal
    Media sosial menjadi faktor lain yang memperparah stres di awal tahun. Melihat orang lain memamerkan pencapaian mereka dapat menimbulkan rasa tidak cukup baik dan perasaan tertinggal. Padahal, apa yang terlihat di media sosial sering kali hanya gambaran terbaik dari seseorang, tanpa memperlihatkan perjuangan di baliknya. Fokus pada kemajuan pribadi menjadi kunci untuk mengurangi tekanan ini.
  4. Trauma yang Belum Terselesaikan
    Trauma masa lalu juga dapat memengaruhi cara seseorang menghadapi tahun baru. Keraguan diri, harga diri yang rendah, dan perasaan tidak layak sering kali muncul kembali di momen-momen refleksi seperti tahun baru. Mengakui dan menghadapi perasaan ini menjadi langkah penting untuk memutus siklus stres dan kecemasan.

Menyikapi Tahun Baru dengan Bijak

Menghadapi tahun baru tidak selalu harus dengan resolusi besar dan ambisi tinggi. Penting untuk menetapkan tujuan yang realistis dan merayakan setiap pencapaian, sekecil apa pun itu. Fokus pada pertumbuhan diri dan menjaga kesehatan mental menjadi prioritas utama.

Tren “New Year, New Mental Issues” menunjukkan bahwa kita tidak sendirian dalam menghadapi tekanan tahun baru. Dengan lebih banyak orang yang terbuka terhadap isu kesehatan mental, diharapkan akan semakin banyak dukungan dan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan antara harapan dan kenyataan di awal tahun.