Majalengka, TINTAHIJAU.COM – Peringatan Tahun Baru Islam 1447 Hijriah di Kabupaten Majalengka berlangsung khidmat dan penuh semangat kebersamaan. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Majalengka menggelar Gebyar Muharram yang dipusatkan di halaman kantor PCNU, Ahad (07/07/2025) malam.
Dengan mengusung tema “Membangun Spirit Kesadaran dan Kebersamaan Menuju Organisasi NU yang Digdaya, Berdaulat, dan Mandiri”, ratusan kader NU hadir dalam suasana lesehan untuk menyambut momentum hijrah dengan kegiatan bernuansa spiritual dan kultural.
Acara dimeriahkan dengan pagelaran musik tradisional Karinding yang dibawakan oleh Lesbumi NU, dilanjutkan istighosah kubro, tausiyah, serta santunan untuk 200 anak yatim yang secara simbolis diserahkan kepada perwakilan MWCNU se-Kabupaten Majalengka.
Refleksi Hijrah: Strategi dan Kolaborasi
Ketua PCNU Majalengka, KH Muhammad Umar, dalam sambutannya menekankan bahwa peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW merupakan pelajaran besar tentang strategi, pengorbanan, dan kerja kolektif.
“Hijrah bukan sekadar pindah tempat, tapi perjalanan penuh perencanaan dan kolaborasi. Ada logistik, ada informasi, ada pengorbanan. Ini menjadi contoh konkret tentang pentingnya teamwork dalam perjuangan, sebagaimana yang dilakukan sahabat-sahabat Nabi seperti Abu Bakar dan Sayyidina Ali,” ujar Kiai Umar.
Pengasuh Ponpes Manbaul Huda Cisambeng itu juga mengingatkan bahwa pengabdian terhadap NU merupakan bentuk amal yang tidak akan sia-sia.
“Mengabdi di NU adalah jalan menuju keberkahan. Yakinlah, Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan setiap pengorbanan kita untuk organisasi ini,” tegasnya.
NU Memanggil: Bergerak Bersama
Ketua panitia, KH Solehul Hadi, menyampaikan apresiasi terhadap semua pihak yang telah menyukseskan acara ini. Menurutnya, Gebyar Muharram ini bukan sekadar seremonial, tetapi menjadi wujud konkret dari semangat gotong royong warga NU.
“Kegiatan ini lahir dari kita, oleh kita, untuk kita. NU sedang memanggil. Maka mari semua kader merasa terpanggil, bergerak bersama demi NU yang berdaulat dan mandiri,” ujar KH Solehul.
Ia juga menegaskan peran penting seni dan budaya dalam dakwah. “Seni bukan hiasan, tapi alat dakwah yang efektif. NU mencintai budaya karena di sanalah kekuatan dan identitas kita berada,” tambahnya.Doa untuk NU dan Bangsa
Acara ditutup dengan doa bersama dan tausiyah yang disampaikan oleh tiga tokoh karismatik NU: KH Anwar Sulaeman, KH Yusuf Karim, dan Prof. Dr. KH Ahmad Sarkosi Subki (Mama Oci).
Ketiganya menyerukan pentingnya menjaga semangat persatuan dan menghidupkan NU sebagai lokomotif peradaban umat.
Ratusan hadirin tampak larut dalam suasana spiritual yang mendalam, menguatkan kembali komitmen untuk menjadikan NU sebagai kekuatan sosial-keagamaan yang mandiri, digdaya, dan berdaulat.





