Ragam  

Hari Santri di Subang, Abah Maung: Tak Ada Kemerdekaan Tanpa Santri dan Ulama

SUBANG, TINTAHIJAU.COM – Peringatan Hari Santri Nasional tingkat Kabupaten Subang berlangsung khidmat di halaman Kantor Pemkab Subang, Selasa (22/10/2025). Ratusan santri dan siswa perwakilan pondok pesantren se-Kabupaten Subang mengikuti apel akbar tersebut.

Hadir dalam kesempatan itu, Bupati Subang Reynaldi Putra, Wakil Bupati Agus Masykur Rosyadi, jajaran pejabat Pemkab Subang, serta para kiai dan pimpinan pondok pesantren dari berbagai wilayah di Subang.

Usai apel, Panglima Garda Santri Nasional sekaligus Pimpinan Pondok Pesantren Raudlatul Hasanah Subang, Kiai Muhammad Abdul Mukmin atau akrab disapa Abah Maung, menyampaikan pesan tegas kepada seluruh santri Indonesia.

“Pada dasarnya, tidak ada kemerdekaan kalau tidak ada santri dan ulama,” tegas Abah Maung.

Ia mengingatkan bahwa di era modern dan globalisasi saat ini, santri harus memahami tiga hal penting agar mampu menghadapi tantangan zaman.

“Yang pertama bi’ilmil ulama, santri harus paham dengan manfaatnya ilmu ulama. Yang kedua bihikmatil hukama, santri harus menguasai teknologi, memahami dunia cyber dan perkembangannya,” jelasnya.

Lalu, Abah Maung menambahkan poin ketiga yang menjadi penegasan semangat juang seorang santri.

“Yang ketiga, berjuang jangan pernah berhenti. Di tengah gurun tidak ada air setetes pun, santri harus tetap siap untuk berjuang,” ujarnya penuh semangat.

Menurutnya, tantangan terhadap dunia santri saat ini semakin berat, terutama dengan maraknya pengaruh negatif di ruang digital dan tekanan terhadap pesantren. Karena itu, santri harus terus memperkuat ilmu, kebijaksanaan, dan semangat perjuangan agar mampu bertahan sekaligus berkontribusi bagi bangsa.

“Harus diingat, yang membunuh Jenderal Mallaby dalam perang 10 November itu santri bernama Harun, dan yang menyobek bendera Belanda itu santri bernama Asy’ari,” katanya.

Ia menegaskan, santri di era modernisasi harus menjadi generasi yang tangguh dan mengikuti perkembangan zaman, tanpa meninggalkan nilai-nilai pesantren dan semangat perjuangan para pendahulu.

“Tekanan terhadap santri makin besar, tapi justru di situ tantangan kita. Santri harus siap menghadapi zaman yang luar biasa ini,” tutupnya.