Hujan Buatan, Solusi Teknologi Modifikasi Cuaca untuk Atasi Krisis Air

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Pada Minggu (27/8/2023) sore hingga malam hari, masyarakat Jakarta dan sekitarnya dikejutkan oleh kehadiran hujan saat musim kemarau. Fenomena ini bukanlah keajaiban alam, melainkan hasil dari teknologi modifikasi cuaca atau yang dikenal dengan istilah hujan buatan. Fenomena langka ini menjadi sorotan publik karena menjadi salah satu solusi dalam mengatasi permasalahan polusi udara di wilayah sekitar ibu kota.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengkonfirmasi bahwa hujan tersebut merupakan hasil dari modifikasi cuaca. Ia menjelaskan bahwa penerapan teknologi modifikasi cuaca dilakukan dalam upaya mengatasi masalah polusi udara yang semakin memburuk di Jakarta akibat musim kemarau yang panjang.

Menurut data yang diperoleh dari BMKG, hujan dengan intensitas ringan hingga sedang mulai turun sejak pukul 15.09 WIB di beberapa wilayah seperti Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Depok. Hujan juga mengguyur wilayah lain seiring dengan pertumbuhan awan.

Dwikorita menambahkan, “Terpantau hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di sebagian wilayah-wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Jakarta Barat. Sedangkan hujan dengan intensitas ringan hingga sedang terjadi di sebagian Kabupaten Bogor, Depok, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Tangerang Selatan.”

Baca Juga:  Waspada! Sayuran-sayuran Ini Sebaiknya Tidak Dikonsumsi dalam Kondisi Mentah

Namun, apa sebenarnya hujan buatan, dan bagaimana prosesnya?

Hujan Buatan, Sebuah Solusi Teknologi Modifikasi Cuaca

Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau hujan buatan adalah metode yang digunakan untuk memicu terjadinya hujan dengan memberikan rangsangan ke dalam awan. Tujuan utama dari hujan buatan adalah membantu mengatasi krisis di bidang sumber daya air yang disebabkan oleh perubahan iklim dan kondisi cuaca yang ekstrem.

Menurut Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Tri Handoko Seto, hujan buatan bukanlah tindakan menciptakan hujan secara langsung, tetapi lebih kepada mempercepat proses terjadinya hujan. Dalam proses ini, awan diberi rangsangan agar partikel air dalam awan berkumpul dan akhirnya turun sebagai hujan.

Cara Membuat Hujan Buatan

Proses pembuatan hujan buatan dimulai dengan penyemaian awan atau cloud seeding. Penyemaian awan dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang bersifat higroskopik, artinya bahan tersebut mampu menyerap air. Ini membantu meningkatkan pertumbuhan butir-butir hujan dalam awan.

Proses ini melibatkan campur tangan manusia dalam proses cuaca di atmosfer, dengan tujuan mempercepat pembentukan hujan. Penyemaian awan memerlukan sistem pengiriman yang menggunakan pesawat khusus yang telah dimodifikasi untuk operasi TMC.

Baca Juga:  Waspada, Ada Bahaya Tersembunyi di Balik Minuman Manis Berlebihan

Setidaknya ada 5 pesawat yang digunakan untuk mendukung operasi hujan buatan. Salah satu contohnya adalah pesawat Casa NC212/200 yang dirancang secara khusus sebagai pesawat penyemai.

Awal Mula Teknologi Hujan Buatan di Indonesia

Pengembangan teknologi hujan buatan di Indonesia dimulai pada tahun 1977, ketika Presiden Soeharto mengamati kesuksesan pertanian di Thailand yang sangat terbantu oleh modifikasi cuaca. Setelah penelitian dan eksperimen awal, proyek hujan buatan dimulai pada tahun yang sama dengan bantuan dari Thailand.

Pada awalnya, fokus teknologi hujan buatan adalah untuk mendukung sektor pertanian dengan mengisi waduk-waduk strategis, baik untuk keperluan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) maupun irigasi. Kemudian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) didirikan pada tahun 1978, dan proyek hujan buatan menjadi bagian dari Direktorat Pengembangan Kekayaan Alam (PKA).

Perkembangan selanjutnya menyaksikan pembentukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan pada tahun 1985. Pada tahun 2015, istilah “teknologi modifikasi cuaca” diperkenalkan sesuai dengan Peraturan Kepala BPPT 10/2015 yang mengubah nomenklatur UPT Hujan Buatan menjadi Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca.

Baca Juga:  Honda Luncurkan Motor Listrik EM1 e, Harganya Rp40 Juta-an

Penerapan Teknologi Hujan Buatan dalam Mengatasi Bencana

Dalam satu dekade terakhir, permintaan akan teknologi modifikasi cuaca semakin meningkat seiring dengan meningkatnya frekuensi bencana hidrometeorologi seperti kebakaran hutan dan lahan, longsor, dan banjir. Teknologi hujan buatan digunakan dalam berbagai konteks, mulai dari penanggulangan kebakaran hutan dan lahan hingga pengurangan curah hujan ekstrem dan pengamanan infrastruktur serta acara besar kenegaraan.

Salah satu contoh aplikasi teknologi hujan buatan adalah dalam penyelenggaraan SEA Games XXVI Palembang 2011, penanggulangan banjir Jakarta pada tahun 2013, 2014, dan 2020, MotoGP Mandalika 2022, hingga KTT G20 2022.

Teknologi modifikasi cuaca atau hujan buatan bukan hanya sebuah inovasi teknologi, tetapi juga menjadi alat yang efektif dalam mengatasi permasalahan lingkungan dan bencana yang semakin kompleks di era modern ini. Dengan kemampuan ini, Indonesia memiliki cara yang lebih baik untuk menjaga sumber daya airnya dan melindungi masyarakat dari berbagai ancaman yang disebabkan oleh cuaca ekstrem.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

FOLLOW SOCMED:
FB & IG: TINTAHIJAUcom
IG & YT: TINTAHIJAUcom
E-mail: red.tintahijau@gmail.com