Ragam  

Kemenkes Pangkas Alur Rujukan BPJS Mulai 2026, Jadi Lebih Singkat

JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan bahwa sistem rujukan berjenjang BPJS Kesehatan akan dibuat lebih efektif sehingga pasien tidak perlu lagi berpindah-pindah rumah sakit berkali-kali.

Penyederhanaan alur rujukan ini diyakini akan mempercepat penanganan medis, meningkatkan peluang kesembuhan pasien, sekaligus menekan biaya karena tidak perlu melalui banyak tahapan rujukan.

Perubahan sistem ini merupakan bagian dari transformasi kesehatan pilar kedua, yang menata ulang klasifikasi rumah sakit. Jika sebelumnya RS dibedakan berdasarkan tipe A, B, C, dan D, kini klasifikasi menggunakan standar kompetensi: paripurna, utama, madya, dan dasar, sesuai spesialisasi masing-masing.

Dengan model baru ini, satu rumah sakit dapat memiliki status berbeda pada setiap layanan spesialis. Misalnya, sebuah RS dapat berstatus paripurna untuk layanan jantung, tetapi hanya berstatus utama atau bahkan dasar untuk layanan mata. Mengacu aturan baru, rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) akan langsung diarahkan ke RS dengan kompetensi utama untuk spesialisasi sesuai kasus pasien.

“Kalau di utama penuh, atau tidak tuntas pengobatannya, baru dikirim ke paripurna. Jadi kita buat maksimal satu kali pindah rumah sakit,” jelas Direktur Pelayanan Klinis Kemenkes RI, Obrin Parulian, dalam konferensi pers, Jumat (21/11/2025).

Obrin menegaskan bahwa FKTP akan menjadi pihak yang menilai kebutuhan pasien dan menentukan rujukan langsung ke rumah sakit dengan klasifikasi kompetensi yang sesuai. Ia mengatakan, proses penyusunan regulasi ini telah melibatkan organisasi profesi, kolegium, asosiasi, dan para pemangku kepentingan sejak Mei lalu.

“Standar-standar tadi ditetapkan Kemenkes dari masukan berbagai pihak. Dan sekarang sudah sampai di tahap finalisasi. Harapan kita di Januari bisa launch,” ujarnya.

Contoh Kasus: Rujukan Lama vs Rujukan Baru

Obrin menggambarkan perbedaan signifikan antara alur rujukan saat ini dan sistem baru. Ia mencontohkan seorang perempuan 42 tahun dengan keluhan nyeri perut bawah kronis disertai sesak napas.

Dalam sistem rujukan lama, pasien seperti ini biasanya dirujuk terlebih dahulu ke RS tipe D atau C. Setelah ditemukan dugaan kanker ovarium namun fasilitas penanganan onkologi ginekologi tidak tersedia, pasien kembali harus dirujuk ke RS tipe B. Di RS B, layanan subspesialis dan kemoterapi lengkap juga tidak tersedia, sehingga pasien kembali dirujuk ke RS tipe A untuk mendapatkan pengobatan komprehensif.

Dengan sistem baru, perpindahan berulang seperti ini tidak akan terjadi. FKTP akan langsung merujuk pasien ke rumah sakit dengan layanan minimal di tingkat utama untuk kasus onkologi ginekologi. Jika penuh, barulah dialihkan ke RS kelas paripurna.

“Jadi perpindahannya hanya satu kali,” tegas Obrin.

Kementerian Kesehatan menargetkan aturan baru ini dapat mulai diterapkan pada 2026, sehingga pasien BPJS Kesehatan dapat menikmati proses rujukan yang lebih cepat, tepat, dan efisien.