Ragam  

Kick Off Perlindungan PMI, Majalengka Gaspol Bangun Ekosistem Migrasi Aman

MAJALENGKA, TINTAHIJAU.COM – Kabupaten Majalengka menjadi tuan rumah Kick Off Forum Multi Stakeholder Penguatan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Berbasis Komunitas dan Perlindungan Perempuan & Anak.

Kegiatan yang digelar di Hotel Fitra, Senin (17/11), menjadi momentum strategis memperkuat ekosistem migrasi aman di daerah dengan angka mobilitas PMI cukup tinggi.

 

Forum ini diinisiasi Lakpesdam PBNU bersama Dinas Tenaga Kerja, Koperasi dan UKM Majalengka serta jejaring aktivis PMI. Hadir Direktur Eksekutif Lakpesdam PBNU Asrul Raman, Kepala Disnakerkop UKM Majalengka H. Arif Daryana, AP., M.Si., Koordinator Tim Lokal P2MI-BK, aktivis migran, komunitas desa, serta Ketua PC Fatayat NU Majalengka Hj. Upik Rofiqoh yang menjadi mitra edukasi dan perlindungan sosial di akar rumput.

Sejak pembukaan, forum menyoroti peran PMI sebagai pilar ekonomi keluarga sekaligus penyumbang devisa negara yang masih menghadapi banyak risiko, mulai dari penempatan tidak aman, eksploitasi, lemahnya literasi hukum, hingga minimnya reintegrasi sepulang bekerja dari luar negeri.

Direktur Eksekutif Lakpesdam PBNU Asrul Raman menegaskan bahwa perlindungan PMI hanya akan efektif jika komunitas desa terlibat aktif. Menurutnya, edukasi, pengawasan, dan pendampingan tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada lembaga formal. “Majalengka punya modal sosial kuat untuk membangun model perlindungan berbasis komunitas,” ujarnya.

Senada, Kepala Disnakerkop UKM Majalengka H. Arif Daryana menekankan bahwa tingginya mobilitas PMI menuntut kolaborasi lintas lembaga. Ia menyebut perlindungan migran tidak bisa berjalan sektoral, melainkan harus menggabungkan pemerintah, civil society, dan komunitas perempuan yang selama ini berada di garis depan isu ketahanan keluarga.

Sesi mengenai perlindungan perempuan dan anak menjadi sorotan ketika Ketua PC Fatayat NU Majalengka, Nyai Hj. Upik Rofiqoh, tampil sebagai narasumber talkshow bertema “Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Ekosistem Migrasi Aman.” Ia menyampaikan bahwa migrasi sering berdampak langsung pada struktur keluarga, terutama perempuan dan anak yang menjadi kelompok paling rentan.

Menurut Nyai Hj. Upik, kasus kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual terhadap anak, hingga pernikahan anak masih banyak ditemukan, dipicu tekanan ekonomi dan minimnya edukasi. Banyak korban tidak melapor karena takut, tidak tahu prosedur, atau masih menganggap bahwa persoalan rumah tangga harus diselesaikan secara internal.

Ia menekankan pentingnya edukasi “tubuhku milikku”, komunikasi sehat dalam keluarga, serta pengawasan aktivitas digital anak. “Pemberdayaan perempuan dan pendampingan psikologis harus berjalan paralel dengan perlindungan PMI. Keluarga adalah madrasah pertama. Jika keluarga kuat, masyarakat akan tangguh,” katanya.

Forum tersebut kemudian menyepakati penguatan mekanisme rujukan cepat untuk kasus kekerasan dan pelanggaran hak PMI, serta mendorong pemberdayaan ekonomi bagi purna PMI agar tidak kembali terjebak dalam siklus kerentanan.

Kick Off ini juga menegaskan bahwa perlindungan PMI serta perlindungan perempuan dan anak adalah satu ekosistem yang saling berkaitan. Ketahanan keluarga menjadi fondasi utama agar migrasi tidak menimbulkan dampak sosial yang lebih luas.

Menutup kegiatan, Nyai Hj. Upik mengajak seluruh pihak menjadikan forum ini sebagai gerakan kolektif berkelanjutan. “Ini bukan acara seremonial, tetapi ikhtiar bersama memastikan setiap PMI, setiap perempuan, dan setiap anak mendapat perlindungan yang layak,” pungkasnya.