Ragam  

Kirab Pusaka Malam 1 Suro 2025 di Solo, Ada Doa Keselamatan Bagi Nusantara

SOLO, TINTAHIJAU.com —Menyongsong pergantian Tahun Baru Jawa, Keraton Surakarta Hadiningrat dan Pura Mangkunegaran kembali menggelar prosesi sakral Kirab Pusaka Malam 1 Suro, Kamis (26/6) tengah malam.

Tepat pukul 00.00 WIB, alunan doa dan selawat di dalam Balairung Keraton menandai keberangkatan iring-iringan pusaka yang dipimpin Kerbau Kyai Slamet sebagai cucuk lampah.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, kirab digelar dalam keheningan —tanpa musik dan tanpa percakapan. Para pembawa pusaka berjalan tanpa alas kaki menempuh rute sepanjang ±8 kilometer, disaksikan ribuan warga yang berderet di tepi jalan.

Rute kirab

Iring-iringan keluar lewat Kori Kamandungan, lantas menyusuri:

  • Jl. Supit Urang
  • Alun-Alun Utara
  • Jl. Pakoe Boewono – Gapura Gladhag
  • Jl. Jenderal Sudirman
  • Jl. Mayor Kusmanto
  • Jl. Kapten Mulyadi
  • Jl. Veteran
  • Jl. Yos Sudarso
  • Jl. Slamet Riyadi
  • Jl. Brigjen Slamet Riyadi
  • Kembali ke Keraton melalui Jl. Pakoe Boewono

Masyarakat diperbolehkan menonton dari pinggir rute, namun hanya mereka yang telah mengikuti doa pembuka di dalam Keraton yang boleh bergabung di barisan.

Dari dalam tembok ke jalan kota

Menurut Kanjeng Pangeran Budayaningrat atau Kanjeng Yus, tradisi ini semula berlangsung di lingkungan Keraton. Perubahan besar terjadi pada 1964 saat Sri Susuhunan Pakubuwono XII memenuhi permintaan Presiden Soekarno agar doa keselamatan dipanjatkan untuk seluruh rakyat Indonesia.

“Tahun 1964 rutenya dipindah ke luar tembok. Doanya diperluas untuk bangsa Indonesia: nyuwun wilujengi bangsa Indonesia sak isinipun,” jelas Kanjeng Yus, Kamis (19/6).

Makna wilujengan nagari

Bagi orang Jawa, kirab merupakan wilujengan nagari—permohonan keselamatan bagi negeri. Bentuknya bisa beragam, mulai dari tapa diam hingga kenduri. Kirab memadukan kesunyian, keterbukaan ruang publik, dan kebersamaan doa.

“Bentuk meminta selamat bermacam-macam. Gerebeg, kenduri, hingga kirab pusaka seperti ini, semuanya wilujengan nagari,” imbuh Kanjeng Yus.

Pusaka, leluhur, dan alam

Di tengah modernitas Kota Solo, Kirab Malam 1 Suro menjadi pengingat hubungan manusia dengan leluhur, pusaka, dan alam semesta. Doa yang mengalir dalam senyap diyakini mengikat harmoni jagat—bukan hanya bagi Keraton Surakarta, tetapi untuk Indonesia.

Panitia mengimbau masyarakat yang hendak menyaksikan kirab agar:

  1. Datang lebih awal sebelum tengah malam.
  2. Menghormati kesunyian prosesi dengan tidak bersuara keras.
  3. Menjaga kebersihan area sepanjang rute.

Di balik hening langkah para abdi dalem dan pusaka lintas abad, tersimpan harapan agar Tahun Baru Jawa membawa wilujeng—keselamatan dan kedamaian—bagi seluruh alam.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini