SUKABUMI, TINTAHIJAU.com – Teluk Palabuhanratu kembali menjadi perhatian menyusul penuturan para pegiat SAR dan nelayan yang menyebut adanya fenomena arus bawah laut unik bernama wuwulih. Fenomena ini sejak lama dikenal sebagai “jalur khusus” arus yang kerap membawa sampah, ikan, hingga jasad korban kecelakaan laut.
Air Teluk Palabuhanratu memang tampak tenang di permukaan. Namun di bawahnya, arus memutar yang disebut wuwulih membentuk pusaran panjang mirip ular yang berpindah-pindah mengikuti arah angin dan gelombang.
Arus ‘Ular’ yang Jadi Kunci Pencarian Korban
Ketua SAR Daerah Kabupaten Sukabumi, Okih Fajri Asidik, mengatakan karakter arus Palabuhanratu kerap membingungkan para pendatang yang belum memahami pola geraknya.
“Saya pernah bertemu nelayan dari Sumatra, mereka sampai bertanya ini laut teluk atau laut lepas. Memang auranya berbeda, karena berdasarkan kajian tim geologi arus bawah di teluk Palabuhanratu terkenal keras,” ujarnya, Kamis (20/11/2025).
Okih menjelaskan, wuwulih terbentuk dari benturan dua arus yang menciptakan pusaran panjang dan berkelok. Inilah yang menjadi acuan utama tim SAR saat mencari korban tenggelam.
“Kalau jasad sudah mengambang, pasti terbawa ke tengah ikut wuwulih itu. Jalurnya berbelok-belok, mirip ular. Kalau diikuti sehari dua hari, biasanya ketemu,” tuturnya.
Ia mencontohkan kasus bocah tujuh tahun asal Marinjung yang terseret arus Cimaja beberapa tahun lalu. “Ketemunya di wuwulih. Di situ biasanya ada sampah-sampah. Nelayan pasti hafal keberadaan wuwulih,” katanya.
Arus ini, lanjut Okih, memanjang, penuh buih, dan menjadi tempat berkumpulnya berbagai material laut. Posisi jalur wuwulih dapat berubah, tergantung arah angin: siang hari arus cenderung ke tengah, sementara malam mendorong kembali ke daratan.
Pusat Tumpukan Sampah di Loji
Fenomena wuwulih juga disebut sebagai penyebab kawasan Loji, Sukabumi, tak pernah benar-benar bebas dari tumpukan sampah laut.
“Sampah di Loji itu kumpul dari mana-mana lewat wuwulih. Karena kultur alamnya begitu, Loji akan selalu jadi tempat menumpuknya sampah,” kata Okih.
Ia menegaskan perpaduan antara ilmu SAR modern dan kearifan lokal nelayan menjadi kunci dalam membaca pola arus di teluk ini. “Ada teknik zigzag dari sisi keilmuan yang dipadukan dengan pengetahuan nelayan,” ujarnya.
Nelayan: Pengumpul Ikan dan Rumah Makhluk Laut
Bagi para nelayan senior, wuwulih bukan hanya fenomena arus yang membawa korban, melainkan juga titik penting dalam ekosistem laut.
Alfon, nelayan yang sudah melaut sejak 1996, mengatakan wuwulih merupakan pertemuan air keruh dari muara dan air laut yang menciptakan sekat aliran.
“Itulah jalur yang membawa sampah dan mayat. Namun juga tempat ikan dan makhluk kecil seperti kuda laut berkumpul,” ungkapnya.
Nelayan kerap mencari wuwulih saat ikan sulit ditemukan. Gulungan sampah dan material organik yang terperangkap di arus ini menjadi sumber makanan bagi ikan, membuatnya berfungsi seperti rumpon alami.
Teluk yang Tenang, Arus yang Tak Pernah Tidur
Di peta, Palabuhanratu hanyalah sebuah teluk. Namun bagi warga pesisir selatan Sukabumi, ia adalah ruang hidup yang selalu berubah—perbatasan dinamis yang menyedot apa pun ke jalur pusaran raksasa bernama wuwulih.
Fenomena ini menjadi bahasa alam yang hanya bisa dibaca oleh mereka yang telah lama hidup berdampingan dengan laut.
Tenang di permukaan, namun menyimpan kisah tentang arus yang tak pernah tidur—begitulah wajah Palabuhanratu di mata para pelaut dan penyelamat yang mengenalnya dari dekat.
