Ragam  

Kualitas Tidur yang Baik Dapat Kurangi Risiko Demensia dan Menjaga Kesehatan Otak

Ilustrasi tidur seharian saat puasa Ramadan. Foto: Getty Images/iStockphoto/Kate Aedon

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kualitas tidur memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan otak dan risiko terjadinya demensia.

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Neurology mengungkapkan bahwa individu berusia 30 hingga 40 tahun yang mengalami gangguan tidur berat berisiko dua hingga tiga kali lebih besar mengalami penurunan fungsi kognitif seperti memori kerja, kecepatan pemrosesan informasi, dan fungsi eksekutif di kemudian hari.

Menurut para peneliti, dua fase tidur utama yang paling berdampak terhadap otak adalah tidur lelap (deep sleep) dan tidur dengan gerakan mata cepat atau REM (Rapid Eye Movement). Kedua fase ini memainkan peran penting dalam menjaga fungsi otak tetap optimal.

Studi jangka panjang menunjukkan bahwa kurangnya tidur lelap dan REM dapat menyebabkan atrofi otak, sebuah kondisi yang juga terjadi pada tahap awal penyakit Alzheimer. Hal ini terjadi karena saat tidur lelap, otak menjalankan fungsi “pembersihan” melalui sistem glimfatik, membuang zat-zat berbahaya termasuk protein amiloid yang menjadi ciri khas Alzheimer.

REM, di sisi lain, sangat penting untuk memproses emosi dan informasi baru. Waktu tidur REM yang lebih pendek telah dikaitkan dengan meningkatnya risiko demensia di usia lanjut. Penelitian tahun 2017 terhadap lebih dari 300 orang berusia di atas 60 tahun menemukan bahwa waktu yang lebih lama untuk mencapai fase REM dan durasi REM yang lebih pendek merupakan indikator kuat terhadap kemungkinan demensia di masa mendatang.

Para ahli menekankan bahwa kualitas tidur sangat berkaitan dengan proses penuaan otak. Seiring bertambahnya usia, manusia—terutama perempuan—secara alami menghabiskan lebih sedikit waktu dalam tidur nyenyak dan REM. Namun, kurang tidur juga dapat memperburuk kondisi demensia, menciptakan siklus yang saling memperparah.

Dr. Roneil Malkani dari Northwestern University menekankan bahwa meningkatkan kualitas tidur tidak memiliki efek negatif dan merupakan langkah preventif yang sederhana. Ia menyarankan tidur sekitar tujuh jam per malam agar otak memiliki waktu cukup untuk menjalani 4 hingga 7 siklus tidur.

Untuk meningkatkan kualitas tidur, para peneliti menyarankan menjaga waktu tidur dan bangun yang konsisten, melibatkan otak secara aktif dengan kegiatan seperti mempelajari keterampilan baru, berolahraga secara rutin, dan mengelola stres.

Menurut Dr. Matthew Pase dari Monash University, tidur bukan hanya tentang istirahat fisik, tetapi juga proses penyembuhan dan konsolidasi informasi yang penting untuk kesehatan otak jangka panjang. “Biarkan otak melakukan tugasnya, dan ia akan bekerja sesuai kebutuhannya,” ujarnya.

Dengan menjaga kualitas tidur, kita tidak hanya meningkatkan kualitas hidup sehari-hari, tetapi juga berinvestasi pada kesehatan otak untuk masa depan.