Ragam  

Lewat Puisi dan Film, Mahasiswa Unsub Suarakan Perjuangan Petani

SUBANG, TINTAHIJAU.COM- Suasana penuh refleksi dan kepedulian mewarnai halaman Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian Universitas Subang (Unsub) ketika mahasiswa menggelar peringatan Hari Tani Nasional 2025.

Dengan mengusung tema “Petani Tangguh, Panen Terjaga”, rangkaian kegiatan ini tidak sekadar menjadi acara seremonial, tetapi juga ruang untuk menggali makna perjuangan petani yang selama ini menjadi tulang punggung ketahanan pangan bangsa.

Rangkaian acara dimulai dengan lomba baca puisi bertemakan pertanian. Mahasiswa dari berbagai angkatan tampil membacakan karya mereka, menyuarakan jerit, harapan, sekaligus kegigihan para petani. Bait-bait puisi yang dilantunkan penuh penghayatan seakan membawa audiens masuk ke dalam realitas kehidupan petani – mulai dari keringat yang tercurah di sawah hingga ketidakpastian harga hasil panen di pasar. Momen ini menghadirkan suasana haru, sekaligus menegaskan bahwa sastra bisa menjadi medium perjuangan.

Usai lomba puisi, acara berlanjut dengan review buku bertema pertanian. Kegiatan ini membuka ruang diskusi kritis bagi mahasiswa untuk membedah persoalan agraria, kedaulatan pangan, hingga problematika distribusi hasil pertanian di Indonesia. Dalam diskusi itu, mahasiswa menyadari bahwa tantangan pertanian bukan sekadar teknis produksi, tetapi juga persoalan struktural yang berkaitan dengan kebijakan dan keadilan sosial.

Puncak acara semakin menggugah ketika panitia menayangkan film dokumenter “Samin vs Semen” karya jurnalis Dwi Laksono. Film ini mengisahkan perjuangan masyarakat Kendeng dalam mempertahankan tanah mereka dari ekspansi industri semen. Kisah nyata itu menghadirkan potret nyata bagaimana petani kerap berhadapan dengan kekuatan besar yang mengancam ruang hidup mereka. Suasana hening menyelimuti ruangan, tanda para peserta larut dalam alur cerita yang menggugah kesadaran.

Wakil Ketua BEM Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian Unsub, Farid, menegaskan bahwa kegiatan ini dirancang bukan semata-mata untuk merayakan Hari Tani Nasional, melainkan sebagai ruang refleksi dan pembelajaran bersama.

“Petani bukan hanya soal produksi pangan, tetapi juga soal keadilan sosial dan keberlangsungan hidup bangsa. Melalui puisi, diskusi buku, dan film dokumenter, kami ingin mahasiswa lebih dekat dengan realitas perjuangan petani. Harapannya, generasi muda tidak sekadar menjadi penonton, tetapi juga terlibat aktif dalam perjuangan kedaulatan pangan Indonesia,” ujarnya.

Sebagai penutup, mahasiswa Fakultas Agrobisnis dan Rekayasa Pertanian Unsub membacakan pernyataan sikap. Dalam pernyataan itu, mereka menyoroti berbagai persoalan yang masih membelit petani, mulai dari ketidakadilan agraria, harga hasil tani yang tidak berpihak, hingga lemahnya keberpihakan negara. Mereka mendesak pemerintah untuk lebih serius melindungi petani melalui kebijakan yang menjamin akses tanah, pupuk, dan pasar yang adil.

Dengan lantang, mahasiswa menyerukan: “Penderitaan petani adalah penderitaan kita semua. Hidup Petani! Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia!” Seruan itu menggema, seolah menjadi penegas bahwa perjuangan petani tidak bisa dipisahkan dari perjuangan rakyat dan mahasiswa.

Melalui peringatan ini, mahasiswa berharap momentum Hari Tani Nasional tidak sekadar menjadi ritual tahunan, tetapi benar-benar menjadi pemicu kesadaran kolektif. Kesadaran bahwa petani adalah pahlawan pangan bangsa, dan kesejahteraan mereka adalah syarat mutlak bagi kedaulatan pangan Indonesia.