Ragam  

Manfaatkan Lahan Kosong, Lapas Subang Bisa Hasilkan 12 Ton Padi dan 600 Kg Ikan dalam Sekali Panen

SUBANG, TINTAHIJAU.COM – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Subang berhasil menunjukkan bahwa lembaga pemasyarakatan tak hanya menjadi tempat pembinaan narapidana, tetapi juga mampu berkontribusi nyata terhadap ketahanan pangan nasional. Dalam sekali panen, lapas ini mampu memproduksi hingga 12 ton padi dan 600 kilogram ikan nila.

Pencapaian ini dipamerkan dalam kegiatan Panen Raya Ketahanan Pangan dan Bakti Sosial yang digelar Sabtu (31/5/2025) di kawasan Sarana Asimilasi dan Edukasi (SAE) Lapas Subang. Acara ini turut dihadiri oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Irjen Pol. Drs. Mashudi, serta berbagai pihak dari unsur pemerintah daerah, TNI/Polri, dan tokoh masyarakat.

Kepala Lapas Kelas IIA Subang, Gatot Harisaputro, menjelaskan bahwa panen kali ini merupakan hasil dari pengelolaan lahan seluas 36.972 meter persegi yang digarap langsung oleh warga binaan. Dari total tersebut, 23.000 m² digunakan untuk budidaya padi, sementara sisanya digunakan untuk hortikultura, singkong, dan kolam ikan nila.

“Alhamdulillah, dari lahan pertanian yang dikelola warga binaan, kami bisa memanen sekitar 10–12 ton gabah basah, dengan varietas unggulan Mekongga dan Inpari 32. Ini menunjukkan warga binaan memiliki kemampuan produktif yang luar biasa,” ungkap Gatot.

Hasil panen padi tersebut akan dijual ke masyarakat dengan harga Rp6.900 per kilogram, berpotensi menghasilkan pendapatan hingga Rp82,8 juta per musim panen. Pendapatan ini kemudian dibagi untuk PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), premi bagi warga binaan, serta modal pertanian musim berikutnya.

Tak hanya dari pertanian, sektor perikanan Lapas Subang juga tak kalah produktif. Gatot menyebut bahwa pada kesempatan ini dilakukan pula penebaran 80.000 ekor benih ikan nila, yang diproyeksikan akan dipanen dalam waktu dua bulan dengan estimasi berat mencapai 500–600 kilogram.

“Ini adalah bagian dari program kemandirian kami. Budidaya ikan nila ini nanti akan dijual ke petani ikan di Waduk Jatiluhur, menciptakan sinergi ekonomi antara lapas dan masyarakat luar,” katanya.

Gatot menegaskan bahwa capaian ini bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari strategi pembinaan jangka panjang yang berfokus pada kemandirian ekonomi dan penguatan keterampilan warga binaan.

Program ini didukung penuh oleh berbagai kebijakan nasional, seperti UU No. 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden RI, 13 Program Akselerasi Menteri Hukum dan HAM dan 21 Arahan Dirjen Pemasyarakatan

“Kami ingin memastikan warga binaan tidak hanya dibina secara moral, tapi juga siap kembali ke masyarakat dengan keterampilan nyata yang bisa dijadikan sumber penghidupan,” ujarnya.

Keberhasilan ini juga tak lepas dari dukungan Dinas Pertanian Kabupaten Subang, yang memberikan pelatihan bersertifikat bagi warga binaan serta pendampingan teknis selama proses budidaya.

Selain panen raya, kegiatan ini juga dirangkai dengan bakti sosial berupa pembagian bantuan kepada keluarga warga binaan dan masyarakat kurang mampu di sekitar lingkungan lapas.

“Ini bentuk nyata bahwa lapas bisa menjadi bagian dari solusi, bukan hanya tempat pembinaan tertutup,” tambah Gatot.

Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Irjen Pol. Drs. Mashudi, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi atas capaian Lapas Subang. Ia menilai program ketahanan pangan ini sangat sejalan dengan visi besar pemasyarakatan yang ingin menjadikan lapas sebagai tempat pembinaan produktif.

“Ini luar biasa. Lapas bisa panen 12 ton padi dan ratusan kilo ikan. Ini tidak hanya soal pertanian, tapi ini tentang mengembalikan kepercayaan diri warga binaan, memberi mereka kesempatan untuk tumbuh dan kembali ke masyarakat sebagai pribadi baru,” ucap Mashudi.

Dengan berbagai capaian ini, Lapas Kelas IIA Subang berharap dapat terus menjadi contoh praktik pembinaan yang menyentuh aspek ekonomi, sosial, dan spiritual warga binaan. Gatot menegaskan, seluruh kegiatan diarahkan untuk membentuk warga binaan yang mandiri, produktif, dan berdaya saing saat kembali ke masyarakat.

“Ini bukan sekadar panen hasil bumi, tapi panen dari proses pembinaan yang terukur dan penuh nilai,” tutup Gatot.