KUNINGAN, TINTAHIJAU.com — Di tengah keramaian Kuningan Fair 2025, sebuah kotak berwarna hitam mencuri perhatian pengunjung. Sekilas tampak seperti lemari besi, tapi begitu pintu kecil di depannya dibuka, nyala api menyala tenang, siap melahap apa pun yang dimasukkan ke dalamnya. Kotak itu bukan benda biasa. Namanya Medusa, singkatan dari Mesin Duruk Sampah—inovasi sederhana namun penuh visi, karya anak-anak SMK Karya Nasional Kuningan.
Lahir dari Keresahan
Dian (17), siswa kelas 12 yang ikut merancang Medusa, bercerita bahwa ide mesin ini bermula dari sesuatu yang dekat dengan kehidupan sehari-hari: tumpukan sampah di sekitar mereka.
“Di Kuningan banyak sampah, tapi sedikit alat pengolah sampah. Dari situ muncul gagasan untuk bikin alat yang bisa membantu,” ujarnya.
Bukan sekadar proyek sekolah, Medusa adalah wujud nyata kegelisahan anak muda yang berani menawarkan solusi.
Dari Besi, Bata, dan Tekad
Proses pembuatan Medusa memakan waktu lebih dari tiga bulan. Bahannya sederhana: besi sebagai kerangka, bata tahan api dan bata pendingin untuk menjaga kestabilan suhu. Namun di balik kesederhanaannya, ada cerita perjuangan.
Salah satu tantangan terbesar adalah saat mereka harus memasang cerobong asap. Bentuknya panjang dan berat, sehingga tim harus menggunakan katrol agar bisa berdiri kokoh. “Bagian itu yang paling susah,” kenang Dian.
Hasil kerja keras itu kini terlihat. Medusa mampu menelan hingga 30 kilogram sampah dalam sekali proses, menguranginya hingga nyaris tak bersisa, hanya debu halus yang kemudian masih bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku paving blok.
Ramah Energi, Minim Polusi
Keunggulan lain Medusa adalah kesederhanaan cara kerja. Tidak perlu listrik, tidak butuh bahan bakar minyak. Api dari kayu bakar cukup untuk membuatnya bekerja. Sistem ruang pembakaran berlapis membuat api bertahan stabil, asap yang keluar minim, bau hampir tak terasa.
“Sepuluh kilogram sampah bisa berkurang jadi setengah kilogram saja,” jelas Dian dengan bangga.
Dari Pameran ke Pasar
Mesin ini mungkin lahir dari tugas sekolah, tapi cita-cita para siswanya jauh lebih besar. Dian berharap Medusa bisa diproduksi massal dan dipasarkan. Harga yang mereka tawarkan sekitar Rp 75 juta per unit—target awalnya desa-desa dan instansi lokal.
Bagi sebagian orang, angka itu mungkin terlihat besar. Tapi bila dibandingkan dengan masalah sampah yang terus menumpuk tanpa solusi, Medusa bisa jadi investasi yang sepadan.
Lebih dari Sekadar Mesin
Medusa bukan hanya kotak besi dengan api di dalamnya. Ia adalah simbol harapan bahwa inovasi tak harus lahir dari laboratorium canggih atau modal besar. Terkadang, cukup keresahan, kreativitas, dan keberanian anak muda untuk mencoba.
Dari bengkel kecil di Kuningan, sebuah mesin mungil mengajarkan kita bahwa masa depan pengelolaan sampah bisa dimulai dari tangan-tangan pelajar.





