SUBANG, TINTAHIJAU.COM- Menteri Lingkungan Hidup (LH) sekaligus Kepala Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan bahwa belum ada satu pun perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia yang menggunakan air permukaan secara berkelanjutan.
Ia menilai, sebagian besar perusahaan AMDK di Tanah Air belum memiliki kesadaran terhadap pentingnya konservasi jangka panjang. Padahal, menurutnya, konservasi merupakan bentuk investasi masa depan yang menentukan ketersediaan air di masa mendatang.
“Tanpa memperhatikan konservasi jangka panjang, suatu ketika pasokan air kita akan terbatas. Ini yang belum dilakukan,” ujar Hanif di Jakarta, Kamis (28/8/2025).
Hanif menyoroti bahwa banyak merek air minum yang beredar di pasaran masih menggunakan air tanah, meskipun dalam promosi produk mereka diklaim berasal dari “air pegunungan”.
“Air minum pegunungan — saya tidak perlu sebut mereknya — tapi kenyataannya banyak yang menggunakan air tanah. Jadi, jangan mudah terpedaya oleh label yang ada di botol itu,” tegasnya.
Ia menilai, praktik eksploitasi air tanah secara besar-besaran oleh perusahaan AMDK merupakan kegiatan yang tidak berkelanjutan dan berpotensi merusak keseimbangan lingkungan.
“Perusahaan air minum internasional di Indonesia juga masih menggunakan air tanah,” katanya.
Hanif menambahkan, bukan hanya industri AMDK, tetapi juga sejumlah perusahaan di Jakarta masih melakukan eksploitasi air tanah untuk kepentingan komersial.
“Apa yang digembar-gemborkan seolah tidak eksploitasi, kenyataannya sama saja. Di Jakarta pun masih banyak yang mengambil air tanah secara besar-besaran,” ujarnya.
Menurut Hanif, air tanah sangat sulit dipulihkan kembali. Bahkan, proses alami pemulihan cadangan air tanah bisa memakan waktu ratusan tahun.
“Ahli geologi pasti paham, air tanah tidak mudah kembali. Bahkan, bisa dikatakan tidak kembali. Seumur hidup kita, mati 50 kali pun, air tanahnya belum juga pulih,” ujarnya menggambarkan.
Hanif menyesalkan bahwa konsep konservasi sebagai investasi jangka panjang belum benar-benar diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang mengambil keuntungan dari sumber daya alam Indonesia.
“Konsep konservasi sebagai investasi jangka panjang ini masih sebatas drama, hanya menjadi semacam mantra yang sering diucapkan, tapi tidak dijalankan,” tutupnya.
Sumber: KOMPAS.COM





