Ragam

Miris! 1 Juta Sarjana Menganggur di Tengah Bonus DemografI

×

Miris! 1 Juta Sarjana Menganggur di Tengah Bonus DemografI

Sebarkan artikel ini

SUBANG, TINTAHIJAU.COM – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyuarakan keprihatinan mendalam terkait data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat lebih dari 1 juta lulusan perguruan tinggi di Indonesia masih menganggur.

Ia menyebut kondisi ini sebagai ironi besar di tengah optimisme bonus demografi yang diprediksi mencapai puncak pada 2030–2045.

“Lebih dari 1 juta sarjana menganggur? Ini ironi besar di tengah bonus demografi yang katanya jadi peluang Indonesia Emas,” kata Nurhadi dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/7/2025).

Nurhadi menilai, tingginya angka pengangguran dari kalangan terdidik menunjukkan adanya kegagalan sistemik dalam menyambungkan pendidikan tinggi dengan dunia kerja.

Menurut Nurhadi, pemerintah telah menggelontorkan dana besar untuk sektor pendidikan, namun belum berdampak signifikan terhadap peningkatan kualitas dan penyerapan tenaga kerja. Tahun 2025, anggaran pendidikan nasional mencapai Rp76,4 triliun. Dari jumlah itu, Rp4,7 triliun dialokasikan untuk pengembangan sarana dan prasarana di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

“Negara mengeluarkan triliunan rupiah untuk pendidikan tinggi, tapi hasilnya justru ‘parkir’ jadi pengangguran. Ini bukan sekadar statistik, ini kegagalan sistemik,” tegasnya.

Nurhadi juga menyoroti kebijakan upah yang tak proporsional antara lulusan SMA dan sarjana. Ia menyebut praktik ini sebagai bentuk perampasan martabat intelektual.

“Kalau lulusan S1 dipaksa kerja dengan upah setara SMA, itu bukan efisiensi. Itu merampas martabat intelektual,” katanya.

Menurutnya, banyak lulusan sarjana menolak pekerjaan bukan karena enggan bekerja, tetapi karena sistem dunia kerja belum mampu memberikan penghargaan yang layak terhadap kompetensi akademik mereka.

Nurhadi menekankan pentingnya peran negara dalam menciptakan lingkungan kerja yang layak, termasuk di daerah. Ia menilai himbauan pemerintah agar anak muda bekerja di desa atau daerah belum diimbangi dengan fasilitas dasar yang memadai.

“Akses internet, layanan kesehatan, perumahan, transportasi—itu semua tanggung jawab negara. Kalau daerah tak manusiawi buat hidup, jangan salahkan anak muda yang enggan tinggal di sana,” ujarnya.

Nurhadi menyebut, produktivitas sumber daya manusia tidak sejalan dengan penciptaan lapangan pekerjaan. Ia mengibaratkan kondisi ini seperti panen sarjana, namun ladangnya kosong.

“Pemerintah seharusnya sudah mempersiapkan sejak jauh hari. Bonus demografi ini bukan sekadar jumlah, tapi juga soal daya serap kerja dan kualitas lapangan kerja,” ungkapnya.

Ia mendorong reformasi ketenagakerjaan yang fokus pada penyerapan tenaga kerja berbasis industri masa depan dan digitalisasi. Selain itu, ia meminta pemerintah segera membenahi pendidikan vokasional agar lebih tepat guna.

“Kami tidak akan diam melihat 1 juta sarjana menganggur. Ini bukan cuma soal ekonomi, tapi bom waktu sosial,” tutupnya.