MAJALENGKA, TINTAHIJAU.com – Budaya bukan sekadar warisan masa lalu. Di Desa Borogojol, Kecamatan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka, masyarakat membuktikan bahwa tradisi bisa terus hidup, tumbuh, dan memberi makna mendalam bagi kehidupan modern.
Salah satunya melalui Tradisi Ngalaksa Buku Tahun, yang kembali digelar dengan khidmat dan semarak pada Senin (30/6/2025).
Ritual adat ini merupakan bentuk rasa syukur masyarakat Sunda, khususnya di kawasan Cipasung, Borogojol, dan Sunia, atas hasil panen sekaligus penghormatan kepada leluhur. Tradisi ini telah berlangsung lebih dari 300 tahun dan hingga kini tetap lestari sebagai bagian dari identitas kultural masyarakat Lemahsugih.
Menggali Akar Tradisi: Makna Ngalaksa
Secara etimologis, Ngalaksa berasal dari kata “laksa”, yakni makanan tradisional yang terbuat dari tepung beras yang diproses secara manual menggunakan alat bambu bernama cacadan. Dalam pelaksanaannya, proses membuat laksa dilakukan secara bergotong-royong, melibatkan seluruh elemen masyarakat—mulai dari anak-anak, ibu rumah tangga, hingga para tokoh adat dan pemuda.
Tradisi ini juga disebut sebagai Ngabaliung, merujuk pada aktivitas memproduksi makanan baliung/laksa secara bersama-sama. Proses ini menjadi simbol persatuan dan kebersamaan warga, di mana kerja kolektif menjadi pusat dari makna spiritual dan sosial kegiatan.
Rangkaian Kegiatan yang Sarat Makna
Ngalaksa Buku Tahun bukan sekadar seremoni, melainkan rangkaian peristiwa budaya yang melibatkan berbagai unsur adat, spiritualitas, serta sosial kemasyarakatan. Prosesi dimulai dari:
- Pembacaan doa dan shalawatan di balai desa sebagai pembuka acara.
- Pengumpulan hasil bumi seperti beras, sayuran, dan buah-buahan, yang menjadi simbol syukur atas rezeki alam.
- Pembuatan laksa/baliung melalui proses menekan tepung beras di cacadan, secara bergiliran dan gotong royong.
- Tawasul dan tahlil di makam para leluhur sebagai penghormatan dan bentuk doa keselamatan.
- Ziarah ke situs-situs sakral, seperti Gunung Ageung, yang dipercaya sebagai tempat bersejarah dan keramat.
- Makan bersama laksa, simbol dari keberkahan, persatuan, dan solidaritas sosial.
Tak hanya warga Borogojol, pelaksanaan Ngalaksa juga menjadi momen silaturahmi warga dari desa tetangga, seperti Cipasung dan Sunia, yang juga memiliki tradisi serupa.
Dihadiri Bupati Majalengka dan Unsur Pemerintahan
Kehadiran Bupati Majalengka, Eman Suhermann, menjadi penanda dukungan pemerintah terhadap pelestarian budaya lokal. Dalam sambutannya, Bupati memberikan apresiasi tinggi terhadap warga Borogojol yang mampu menjaga kekayaan tradisi ini di tengah arus modernisasi yang makin deras.
“Saya merasa bangga dan terharu melihat semangat gotong royong dan komitmen masyarakat dalam menjaga tradisi leluhur. Tradisi seperti ini bukan hanya ritual adat, tapi juga cermin nilai-nilai luhur yang kita miliki sebagai bangsa,” ujar Bupati Eman Suhermann.
Ia menambahkan, pelestarian budaya lokal seperti Ngalaksa penting tidak hanya untuk memperkuat jati diri masyarakat, tetapi juga sebagai potensi pengembangan pariwisata berbasis budaya dan ekonomi kreatif.
“Tradisi ini bisa dikemas sebagai daya tarik wisata budaya yang unik dan berkelanjutan. Jika dikelola dengan baik, ini akan membuka peluang ekonomi baru bagi warga, terutama dalam sektor kuliner tradisional dan kerajinan lokal,” tegasnya.
Turut hadir dalam kegiatan ini jajaran pejabat daerah, mulai dari Asisten Daerah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kepala Dinas Kesehatan, Camat Lemahsugih beserta unsur Forkopimcam, para kepala desa se-Kecamatan Lemahsugih, tokoh masyarakat, dan ratusan warga dari berbagai dusun.
Warisan Budaya yang Terus Menyala
Tradisi Ngalaksa tidak hanya menjadi ajang spiritual dan sosial, tetapi juga media edukasi bagi generasi muda. Nilai gotong royong, rasa syukur, kepedulian sosial, serta penghargaan terhadap alam dan leluhur menjadi pelajaran hidup yang diwariskan secara turun-temurun.
Dengan usia lebih dari 300 tahun, Ngalaksa menjadi bukti bahwa kearifan lokal Sunda bukan sekadar cerita masa lalu, melainkan warisan hidup yang masih sangat relevan untuk masa kini dan masa depan.
Majalengka patut bangga memiliki tradisi seperti ini. Di tengah arus globalisasi, Ngalaksa berdiri tegak sebagai jangkar budaya yang mengakar kuat di tanah dan jiwa masyarakatnya.