Ragam  

Pakar Mikro Ekspresi Angkat Bicara Soal Gaya Gibran yang Adopsi dari Jokowi

Foto: Calon wakil presiden (Cawapres) Gibran Rakabuming Raka nomor urut 2, saat menyampaikan visi dan misi dalam debat kedua yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) pada Jumat (22/12/2023). (Tangkapan layar Youtube KPU RI)

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Pakar mikro ekspresi, Kirdi Putra, baru-baru ini menganalisis ekspresi Calon Wakil Presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, dalam debat cawapres yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Selatan, pada Jumat (22/12/2023).

Analisis Kirdi menunjukkan bahwa gaya bicara Gibran tampaknya meniru gaya bicara ayahnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, menurut Kirdi, hal ini tidak hanya kebetulan, melainkan merupakan suatu strategi yang dilakukan dengan sengaja.

Menurut Kirdi, peniruan gaya bicara Jokowi oleh Gibran tidak hanya terjadi selama debat cawapres, tetapi juga dapat dilihat dalam pidatonya saat menjabat sebagai Wali Kota Solo. Ia menegaskan bahwa kesamaan gaya bicara bukanlah hasil dari hubungan keluarga antara ayah dan anak, karena dalam hal ini, anak dan orangtua dapat memiliki gaya bicara yang berbeda.

Menurut analisis Kirdi, peniruan ini bukanlah sekadar bentuk penghargaan kepada sang ayah, melainkan merupakan upaya strategis untuk mendulang suara di Pemilihan Presiden 2024 mendatang.

Kirdi menduga bahwa ada kepentingan tertentu yang mendorong Gibran untuk mengadopsi gaya bicara Jokowi, dan hal ini tidak lepas dari teknik Neuro Linguistic Programming (NLP) atau hipnoterapi.

NLP sendiri adalah teknik pengaturan pola pikir alam sadar seseorang agar pikiran dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan. Dalam konteks politik, hal ini dapat diartikan sebagai upaya untuk memengaruhi persepsi publik agar Gibran dianggap sebagai kelanjutan atau pewaris misi politik Jokowi.

Menurut Kirdi, Gibran seakan-akan mencoba menanamkan dalam dirinya citra dan identitas Jokowi. Strategi ini, menurut analisisnya, bertujuan untuk menciptakan rasa keamanan di kalangan publik, membuat mereka yakin bahwa memilih Gibran sama dengan melanjutkan kepemimpinan Jokowi.

Sebagai penutup, Kirdi mengingatkan bahwa peniruan ini bukan semata-mata karena kekaguman terhadap sang ayah, tetapi merupakan bagian dari upaya politik untuk membangun citra dan mendulang dukungan dalam arena politik nasional.

Sejauh mana strategi ini akan berhasil dan apakah masyarakat dapat melihat keaslian Gibran sebagai pemimpin, itu menjadi pertanyaan yang menarik untuk diikuti seiring berjalannya perhelatan politik menuju Pilpres 2024.