Ragam  

Perjalanan Sejarah Kopi Kuningan, Dari Tanam Paksa hingga Menembus Pasar Eropa

Kopi masa Hindia Belanda (Foto: Arsip KITLV Perpustakaan Leiden)

KUNINGAN, TINTAHIJAU.com Kopi Kuningan bukanlah sekadar produk lokal dengan cita rasa khas. Di balik aroma dan rasanya yang kuat, tersimpan sejarah panjang yang menyertai perjalanan komoditas ini sejak era kolonial hingga berhasil menembus pasar Eropa. Dari pengenalan oleh VOC, penerapan tanam paksa, hingga pengiriman ke Batavia dan Benua Biru, inilah kisah komprehensif kopi Kuningan yang kini bangkit kembali dalam lanskap kopi global.

VOC dan Perkenalan Kopi di Tanah Kuningan

Kopi masuk ke wilayah Kuningan berkat kebijakan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang melihat potensi daerah pedalaman sebagai lahan ideal untuk tanaman kopi. Dataran tinggi seperti Cigugur, Cilimus, dan Linggajati menjadi kawasan pertama yang dijadikan desa penghasil kopi oleh VOC. Pada masa itu, kopi hanya ditanam secara sukarela oleh penduduk sebagai tanaman selingan.

Namun, ketika hasil panen menunjukkan kualitas yang baik dan laku di pasar ekspor, kebijakan pun berubah.

Tanam Paksa dan Priangan Stelsel

Melihat keuntungan besar dari komoditas kopi, pemerintah Hindia Belanda mulai menerapkan kebijakan tanam paksa khusus untuk wilayah Priangan, termasuk Kuningan. Kebijakan ini dikenal dengan nama Priangan Stelsel, yang muncul sekitar tahun 1720-an, berbeda dengan Cultuurstelsel yang diterapkan lebih luas di seluruh Jawa pada tahun 1830-an.

Wilayah-wilayah seperti Subang, Darma, Cigugur, Kuningan, dan Linggajati diwajibkan menanam kopi sebagai bentuk kontribusi kepada pemerintah kolonial. Dari sinilah dimulai era kejayaan kopi Kuningan di masa Hindia Belanda.

Kuningan sebagai Sentra Produksi dan Distribusi

Peran strategis Kuningan dalam produksi kopi terekam dalam berbagai arsip kolonial. Salah satunya adalah surat kabar Java Bode edisi 13 Juli 1853 yang menyebutkan daerah seperti Kadugede, Cigugur, Luragung, Bayuning, Mandirancan, Linggarjati, dan Kuningan sebagai lokasi gudang penyimpanan dan penggilingan kopi. Bahkan beberapa lokasi di Majalengka seperti Talaga dan Cidulang ikut terlibat.

Kopi masa Hindia Belanda Foto: Arsip KITLV Perpustakaan Leiden

Jumlah kopi yang disimpan kala itu mencapai 24.000 pikul. Kopi-kopi ini kemudian dikirim ke gudang utama di Cirebon dan Banjar Priangan sebelum akhirnya diperdagangkan di Batavia dan dikapalkan ke Eropa.

Tender pengangkutan kopi juga menjadi kegiatan penting, dengan aturan ketat yang diterapkan pemerintah kolonial terhadap para kontraktor pengangkut. Kerusakan selama pengiriman bisa dikenai denda, kecuali jika dibuktikan sebagai akibat di luar kelalaian kontraktor.

Perluasan Lahan dan Variasi Jenis Kopi

Pada tahun 1880, melalui dekrit kerajaan tertanggal 4 Maret, wilayah Kuningan kembali menjadi fokus perluasan lahan kopi. Surat kabar Algemeen Handelsblad menyebut daerah Kadugede, Cibingbin, Mandirancan, Cilimus, dan Beber sebagai lokasi pengembangan kebun kopi baru.

Jenis kopi yang ditanam pun mengalami perkembangan. Selain arabika dan robusta, jenis liberika mulai diperkenalkan sekitar tahun 1894. Hal ini dicatat dalam surat kabar Soerabaiasch Handelsblad, yang menyebut penduduk Kuningan mulai menanam liberika secara mandiri di kebun dan ladang kecil mereka. Liberika menjadi alternatif karena ketahanannya terhadap hama yang menyerang kopi jenis lain.

Dinamika Pasar dan Harga Kopi

Harga kopi Kuningan pada masa itu sangat dipengaruhi oleh fluktuasi produksi global. Bila hasil panen dari negara produsen seperti Brasil dan India menurun, harga kopi Kuningan bisa melonjak tinggi. Namun jika produksi lokal berlimpah, maka harga bisa anjlok. Ketergantungan pada pasar global ini menunjukkan betapa terintegrasinya kopi Kuningan dalam peta perdagangan internasional sejak dini.

Kebangkitan Kopi Kuningan di Era Modern

Meski sempat mengalami penurunan produksi pasca-kemerdekaan, dalam beberapa tahun terakhir kopi Kuningan mulai kembali naik daun. Regenerasi petani, peningkatan kualitas pascapanen, hingga penetrasi ke pasar ekspor menjadi faktor pendorong.

Kini, dengan dukungan dari berbagai pihak termasuk pemerintah daerah, komunitas kopi, hingga pelaku UMKM, kopi Kuningan kembali mewarnai peta kopi nasional bahkan internasional. Beberapa varian seperti kopi Cibeureum dan kopi dari wilayah Luragung telah mulai dikenal oleh penikmat kopi dari luar negeri, termasuk pasar Eropa.

Dari Tanah Priangan ke Cangkir Dunia

Kopi Kuningan adalah cermin sejarah panjang Indonesia dalam komoditas kopi dunia. Dari sistem tanam paksa yang menyakitkan, kini menjadi kebanggaan daerah yang mampu bersaing di pasar global. Perjalanan ini tidak hanya soal bisnis, tetapi juga kisah perjuangan, adaptasi, dan kebangkitan.

Kini, setiap cangkir kopi Kuningan yang dinikmati di Eropa membawa serta jejak sejarah, budaya, dan semangat rakyat dari lereng-lereng pegunungan Priangan Timur.