Ragam

Prediksi BMKG: Kemarau Basah Akibat La Nina Berlanjut hingga September 2024

×

Prediksi BMKG: Kemarau Basah Akibat La Nina Berlanjut hingga September 2024

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa fenomena La Nina yang menyebabkan hujan di musim kemarau atau kemarau basah diperkirakan akan berlanjut hingga bulan Agustus dan September 2024.

Meskipun sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau, hujan masih terus mengguyur beberapa daerah.

Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam konferensi pers bertajuk “Hujan Lebat di Musim Kemarau” pada Senin (8/7/2024), fenomena La Nina dipengaruhi oleh suhu muka air laut di Samudra Pasifik yang meningkat, sehingga menyebabkan peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia.

Fenomena serupa pernah terjadi pada tahun 2020, 2021, dan 2022. Dwikorita menjelaskan bahwa suhu muka laut yang tinggi di Samudra Pasifik berdampak pada meningkatnya curah hujan di Indonesia, mengakibatkan terjadinya kemarau basah.

“Fenomena La Nina ini mengakibatkan anomali iklim. Seharusnya kita mengalami musim kemarau yang dipengaruhi oleh monsoon dari Australia, namun karena pengaruh dari Samudra Pasifik, kita justru mengalami peningkatan curah hujan di musim kemarau. Hal ini pernah terjadi di tahun 2020 hingga 2022, di mana musim kemarau menjadi kemarau basah dengan curah hujan yang tinggi dan cuaca ekstrem yang sering terjadi,” ungkap Dwikorita.

Selain La Nina, fenomena lain yang turut mempengaruhi curah hujan di Indonesia adalah Indian Ocean Dipole (IOD) yang terjadi di Samudra Hindia. Menurut Dwikorita, IOD juga dapat mempengaruhi suhu muka air laut di Samudra Hindia, yang pada gilirannya dapat menyebabkan wilayah Indonesia menjadi lebih kering dari rata-rata klimatologisnya, atau sebaliknya, mengalami peningkatan curah hujan.

“Selain pengaruh dari Samudra Pasifik, Samudra Hindia juga dapat mempengaruhi curah hujan di Indonesia melalui fenomena IOD. Suhu muka air laut yang tinggi di Samudra Hindia dapat menyebabkan wilayah Indonesia menjadi lebih kering atau mengalami peningkatan curah hujan,” jelas Dwikorita.

Dwikorita juga menambahkan bahwa selain La Nina dan IOD, terdapat fenomena iklim lain yang mempengaruhi cuaca di Indonesia, yaitu Madden Julian Oscillation (MJO). MJO mempengaruhi peningkatan awan-awan hujan dan biasanya terjadi dalam skala waktu yang lebih pendek dibandingkan La Nina dan IOD.

“Fenomena MJO juga turut mempengaruhi iklim di wilayah Indonesia, meskipun dalam skala waktu yang lebih pendek. Peningkatan awan-awan hujan akibat MJO dapat mempengaruhi curah hujan dalam jangka waktu bulanan,” tambahnya.

BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap perubahan cuaca yang dapat terjadi sewaktu-waktu akibat fenomena iklim tersebut, serta mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan cuaca ekstrem yang mungkin terjadi selama kemarau basah ini.