Ragam

Smiling Depression, Gangguan Mental yang Sulit Terdeteksi

×

Smiling Depression, Gangguan Mental yang Sulit Terdeteksi

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Di balik senyum ramah dan sikap ceria, sebagian orang diam-diam tengah berjuang melawan depresi. Kondisi yang dikenal dengan istilah smiling depression ini membuat penderita tampak bahagia di hadapan orang lain, padahal mereka mengalami gejala gangguan depresi mayor.

Fenomena ini berbahaya karena tanda-tandanya tersamarkan, sehingga penderita kerap luput dari perhatian orang sekitar. Mengutip laman WebMD, gejala umum depresi meliputi perubahan nafsu makan, berat badan, gangguan tidur, kelelahan, perasaan putus asa, hingga hilangnya minat pada aktivitas yang sebelumnya disenangi.

Pada penderita smiling depression, sebagian atau seluruh gejala tersebut mungkin terjadi, namun tertutupi oleh sikap aktif, kehidupan sosial yang baik, dan penampilan optimis di depan publik. Mereka sering berpura-pura bahagia karena menganggap emosi negatif adalah kelemahan, bahkan merasa dunia akan lebih baik tanpa kehadiran mereka. Kondisi ini membuat risiko bunuh diri menjadi lebih tinggi dibanding depresi berat yang tampak jelas.

Penyebab Smiling Depression

Dikutip dari Healthline, ada beberapa faktor yang memicu smiling depression:

  1. Stigma Sosial
    Banyak masyarakat masih memandang depresi sebagai kelemahan atau aib, sehingga penderita memilih menyembunyikan perasaan sebenarnya. Studi dalam Journal of Affective Disorders menyebutkan, stigma ini membuat penderita enggan mencari bantuan profesional, sehingga gejala dapat memburuk.
  2. Ketergantungan Media Sosial
    Media sosial sering menampilkan kehidupan yang tampak sempurna. Bagi penderita depresi, paparan ini memicu social comparison yang memperparah rasa minder atau gagal. Penelitian di Computers in Human Behavior menemukan, penggunaan media sosial berlebihan berkorelasi dengan meningkatnya gejala depresi.
  3. Ekspektasi Tidak Realistis
    Tekanan untuk selalu sukses dan bahagia, baik dari diri sendiri maupun lingkungan, dapat memicu depresi terselubung. Studi di Journal of Clinical Psychology menunjukkan, ekspektasi yang terlalu tinggi meningkatkan risiko burnout dan depresi tersembunyi.
  4. Perubahan Gaya Hidup Drastis
    Peristiwa besar seperti pindah kota, kehilangan pekerjaan, atau kehilangan orang terdekat dapat mengguncang kondisi emosional. Psychiatry Research mencatat, perubahan ini bisa memicu stres adaptasi yang berujung depresi, apalagi jika tidak disertai dukungan sosial yang cukup.

Fenomena smiling depression menjadi pengingat penting bahwa tidak semua penderita depresi terlihat murung atau menyendiri. Kesadaran dan empati dari lingkungan sekitar, serta dorongan untuk mencari bantuan profesional, menjadi langkah kunci dalam mencegah tragedi yang lebih besar.