SUBANG, TINTAHIJAU.COM – Tiga warga di Perumahan Puri Subang Asri, RW 17, dilaporkan terjangkit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa pekan terakhir. Menyikapi kondisi ini, pihak RW 17 berinisiatif melakukan pengasapan atau fogging sebagai langkah antisipatif untuk memutus rantai penyebaran nyamuk Aedes aegypti, vektor pembawa virus DBD.
Kegiatan fogging ini dilaksanakan dengan menggandeng tim dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Subang. Sebanyak tiga mesin fogging dikerahkan untuk menyasar seluruh area di empat RT yang berada di bawah naungan RW 17. Pengasapan dilakukan menyeluruh di area rumah, saluran air, hingga taman-taman yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
“Alhamdulillah, kami dari warga merasa terbantu dengan pengasapan ini. Semoga bisa mencegah warga lain tertular,” ujar Gelung, salah satu tokoh warga setempat.
Langkah ini diambil setelah adanya dorongan dari masyarakat yang khawatir kasus DBD akan terus bertambah jika tidak segera diantisipasi. Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, kasus DBD memang mengalami peningkatan dalam beberapa bulan terakhir. Pada Januari 2025 tercatat 44 kasus, dan naik menjadi 63 kasus di bulan Februari.
Tak hanya DBD, masyarakat Subang kini juga dihadapkan pada ancaman penyakit chikungunya. Hingga akhir Maret 2025, sebanyak 271 warga dilaporkan sebagai suspek chikungunya, dengan 34 di antaranya telah terkonfirmasi positif melalui pemeriksaan laboratorium.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, dr. Maxi, menyebut bahwa penyakit-penyakit berbasis vektor seperti DBD dan chikungunya kini menjadi keluhan dominan di berbagai fasilitas kesehatan di Subang, selain tifoid dan infeksi saluran pernapasan.
“Chikungunya punya pola penyebaran yang hampir sama dengan DBD. Penularannya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang berkembang biak di genangan air bersih sekitar rumah,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa fogging seharusnya bukan menjadi solusi utama dalam pencegahan penyakit ini. Menurutnya, pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan penggunaan larvasida seperti bubuk abate merupakan langkah awal yang jauh lebih efektif.
“Fogging hanya bisa dilakukan jika ada laporan kasus dan setelah dilakukan survei jentik. Bila lebih dari 20 persen rumah di radius 20 rumah dari lokasi terdampak ditemukan jentik, barulah fogging dilakukan,” papar dr. Maxi.
Ia mengingatkan, penyemprotan insektisida yang tidak tepat sasaran justru bisa menimbulkan resistensi pada nyamuk, sehingga efektivitas pengendalian akan menurun.
Pihak RW 17 berharap upaya fogging kali ini bisa meminimalisir penyebaran DBD di wilayah mereka, sembari mengajak warga terus aktif melakukan PSN secara rutin, minimal seminggu sekali, untuk memberantas sarang nyamuk di lingkungan masing-masing.