Ragam  

Trump Tunda Larangan TikTok, ByteDance Diberi Waktu 75 Hari untuk Cari Pembeli

WASHINGTON D.C., TINTAHIJAU.com – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada Senin (20/1/2025) yang menunda larangan terhadap aplikasi TikTok selama 75 hari. Kebijakan ini memberikan waktu tambahan bagi ByteDance, perusahaan induk TikTok asal China, untuk menyelesaikan proses penjualan operasionalnya di AS.

Langkah ini memunculkan sejumlah pertanyaan baru, terutama terkait dampaknya terhadap keamanan nasional dan kepastian hukum.

Sebelumnya, TikTok yang memiliki sekitar 170 juta pengguna di AS diwajibkan menjual operasionalnya atau menghadapi larangan total mulai 19 Januari. Namun, keputusan Trump memberikan kelonggaran waktu bagi ByteDance untuk mencari pembeli yang disetujui pemerintah AS.

“Saya punya tempat khusus untuk TikTok,” ujar Trump seperti dikutip dari The Associated Press. Ia mengakui platform tersebut membantu menjangkau pemilih muda selama masa kampanye.

Meski demikian, hingga kini aplikasi TikTok belum tersedia di toko aplikasi Apple dan Google di AS. Sementara itu, TikTok sempat tidak dapat diakses selama lebih dari 12 jam pada akhir pekan lalu, sebelum Trump mengumumkan penundaan larangan.

TikTok telah lama menjadi sorotan di AS karena kekhawatiran bahwa aplikasinya dapat digunakan oleh Pemerintah China untuk memata-matai warga AS. Pada 2020, Trump sempat mengeluarkan perintah untuk melarang transaksi dengan ByteDance, tetapi langkah itu diblokir oleh pengadilan.

Pada 2023, Kongres AS mengesahkan undang-undang yang melarang TikTok kecuali ByteDance menjual operasionalnya ke pihak yang disetujui. Undang-undang ini mulai berlaku pada Minggu (19/1) dan memberikan sanksi denda besar bagi perusahaan seperti Apple, Google, atau penyedia layanan lain yang tetap mendistribusikan TikTok.

Dalam upaya mencari solusi, Trump mengusulkan agar Pemerintah AS menjadi perantara dalam proses penjualan TikTok dengan kontrol sebesar 50 persen. “AS berhak mendapatkan setengah dari TikTok, dan selamat, TikTok memiliki mitra yang baik. Itu akan bernilai hingga 500 miliar dolar,” ujarnya.

Menariknya, China mulai menunjukkan sinyal pelonggaran terkait potensi penjualan TikTok. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, menyatakan bahwa keputusan bisnis sebaiknya diambil berdasarkan prinsip pasar, namun tetap mematuhi hukum setempat.

Di sisi lain, perintah eksekutif Trump menuai perdebatan hukum. Sarah Kreps, Direktur Tech Policy Institute di Cornell University, menilai bahwa langkah ini bertentangan dengan undang-undang yang telah berlaku. “Perintah eksekutif tidak dapat mengesampingkan undang-undang yang sudah ada,” ujarnya.

Senator Tom Cotton dari Arkansas juga menyebut kemungkinan adanya gugatan hukum dari berbagai pihak, termasuk pemerintah negara bagian dan investor, untuk memastikan larangan terhadap TikTok tetap ditegakkan.

Sejumlah perusahaan teknologi seperti Oracle dan Akamai Technologies terus mendukung infrastruktur TikTok agar tetap online. Namun, Apple dan Google telah menghapus aplikasi tersebut dari toko aplikasi mereka dengan alasan kewajiban mematuhi hukum yang berlaku.

Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari perusahaan-perusahaan tersebut terkait keputusan Trump untuk menunda larangan TikTok.

Kebijakan ini menjadi salah satu titik kritis dalam hubungan AS dan China, serta menambah kompleksitas persoalan hukum dan regulasi teknologi di AS.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini