Ragam

Viral Pemblokiran Rekening Dormant, Netizen Resah dan YLKI Desak PPATK Bertindak Transparan

×

Viral Pemblokiran Rekening Dormant, Netizen Resah dan YLKI Desak PPATK Bertindak Transparan

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Isu pemblokiran rekening pasif atau dormant kembali menjadi sorotan publik usai viralnya sebuah unggahan video di platform X (dulu Twitter). Dalam video tersebut, seorang pria membagikan pengalamannya yang gagal menarik uang dari ATM karena rekening bank miliknya dibekukan sementara.

Pria itu mengaku tidak pernah melakukan aktivitas apapun pada rekeningnya selain menerima transfer uang. Saat mengonfirmasi ke pihak bank, ia diberitahu bahwa rekeningnya dibekukan selama 20 hari karena terdeteksi adanya aktivitas mencurigakan.

“Disuruh sabar sih kita, sementara kita ini kepepet banget. Mau beli kebutuhan sehari-hari gitu, ya. Aduh, susah banget sekarang aturan pemerintah tuh. Ada-ada aja, geram banget. Ada aja nyusahin,” keluhnya, sambil tertawa getir.

Pemblokiran rekening dormant dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai langkah antisipatif terhadap maraknya penyalahgunaan rekening pasif, seperti jual beli rekening dan tindak pidana pencucian uang.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rekening dormant adalah rekening yang tidak memiliki aktivitas transaksi dalam jangka waktu tertentu, biasanya selama 3 hingga 6 bulan.

Fenomena ini tak hanya menarik perhatian publik, namun juga memicu respons dari tokoh-tokoh nasional. Pengacara kondang Hotman Paris ikut angkat suara dan mempertanyakan kebijakan tersebut, menyindir para pejabat yang dinilai merepotkan masyarakat.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun menyatakan sikapnya. Sekretaris Eksekutif YLKI, Rio Priambodo, menekankan bahwa PPATK seharusnya tidak mempersulit konsumen. Ia mengajukan lima poin penting sebagai tanggapan terhadap kebijakan pemblokiran ini.

Pertama, YLKI meminta agar PPATK memberikan penjelasan yang jelas kepada konsumen mengenai alasan pemblokiran dan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memulihkan akses rekening.

Kedua, PPATK diminta lebih selektif dalam melakukan pemblokiran mengingat urusan keuangan sangat sensitif dan bisa berdampak besar terhadap kehidupan konsumen, terlebih jika rekening tersebut digunakan untuk menabung dalam jangka waktu tertentu.

Ketiga, YLKI mendesak agar konsumen diberikan pemberitahuan sebelum pemblokiran dilakukan, sehingga mereka dapat mengantisipasi atau memberikan klarifikasi lebih awal.

Keempat, YLKI meminta agar proses pembukaan blokir tidak mempersulit konsumen dan menegaskan bahwa PPATK harus menjamin uang konsumen tetap utuh tanpa pengurangan sedikit pun.

Kelima, YLKI juga meminta PPATK menyediakan layanan hotline crisis center untuk mempermudah konsumen dalam memperoleh informasi dan menyelesaikan masalah rekening yang diblokir.

Kasus ini menunjukkan perlunya keseimbangan antara upaya pencegahan tindak pidana keuangan dan perlindungan hak konsumen. Publik berharap PPATK dapat bertindak lebih transparan dan responsif terhadap keresahan masyarakat.