MAJALENGKA, TINTAHIJAU.COM – Keberadaan dapur MBG di Desa Nagarakembang, Kecamatan Cingambul, menuai keberatan dari sejumlah warga. Lokasi dapur yang berada di tengah permukiman dan menempel langsung dengan bangunan gudang konveksi dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif bagi aktivitas usaha warga.
Seperti disampaikan H Apet, warga setempat, aktivitas memasak di dapur MBG bisa memunculkan asap maupun suhu panas yang berpotensi memengaruhi kualitas bahan baku dan hasil produksi konveksi.
“Dapur itu menempel langsung dengan konveksi. Saya khawatir asap dan polusi masakan memengaruhi kualitas konveksi, karena lokasinya hampir satu atap,” ujarnya, Senin (8/9/2025).
Menanggapi hal tersebut, perwakilan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Nagarakembang, Ade Rahman, membenarkan adanya aspirasi warga terkait keberadaan dapur MBG. Ia mengaku sudah mengkomunikasikan keluhan itu kepada kepala desa.
“Memang pernah ada keluhan masuk. Saya sampaikan ke kuwu, dan katanya sudah mencoba menjembatani dengan pihak MBG. Harapannya semua pihak bisa duduk bersama mencari solusi,” kata Ade.
Menurut Ade, idealnya mediasi melibatkan unsur desa, pemilik MBG, warga terdampak, hingga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) agar keputusan bisa diterima semua pihak.
Sementara itu, Ketua BPD Nagarakembang, Ardi, mengaku baru mengetahui adanya dapur MBG yang beroperasi di wilayahnya. Ia menyebut tidak pernah menerima laporan maupun tembusan resmi terkait pendirian dapur tersebut.
“Kalau di Wangkelang ada komunikasi dan tembusan ke kuwu. Tapi di Nagarakembang, saya justru baru tahu. Pengaduan pun baru masuk sekarang,” jelasnya.
Ardi menambahkan, sebelumnya ia hanya mengetahui warga Nagarakembang pernah mengirim sekitar 15 orang untuk dilatih dan bekerja di dapur MBG Wangkelang. Karena itu, ia cukup terkejut saat mengetahui dapur serupa ada di desanya.
“Harusnya ada konfirmasi minimal ke BPD. Kalau sejak awal ada komunikasi, tentu tidak akan menimbulkan kesalahpahaman,” tegasnya.
Hingga kini, persoalan keberadaan dapur MBG di Desa Nagarakembang masih dalam tahap komunikasi antara pihak desa dan pemilik. Kepala desa disebut telah meminta semua pihak duduk bersama untuk mencari jalan keluar terbaik.
Warga berharap mediasi dapat menghasilkan kesepakatan yang adil. Di satu sisi, aktivitas usaha bisa tetap berjalan untuk membuka lapangan pekerjaan. Namun di sisi lain, kualitas lingkungan dan kenyamanan masyarakat sekitar tetap terjaga.