JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Dokter spesialis anak subspesialis neurologi, dr. Amanda Soebadi, Sp.A, Subsp.Neuro.(K), M.Med, mengungkapkan bahwa anak-anak berusia 1 hingga 3 tahun yang terlalu sering terpapar layar gawai berisiko mengalami kondisi yang dikenal sebagai autisme virtual.
“Ini istilah betulan yang ada di literatur, pola perilakunya mirip autisme,” ujar dr. Amanda, dikutip dari Antara pada Selasa (15/4/2025).
Autisme virtual merupakan kondisi di mana anak menunjukkan gejala yang menyerupai gangguan spektrum autisme (GSA), seperti kesulitan dalam komunikasi sosial, perilaku yang berulang, serta ekspresi wajah yang tidak sesuai. Menurut dr. Amanda, hal ini disebabkan oleh kurangnya stimulasi sosial akibat paparan gawai yang berlebihan.
“Dia bisa menunjukkan perilaku autisme, seperti tidak merespons saat dipanggil, kurang melakukan kontak mata, hingga ekspresi wajah yang tidak sesuai. Ini terjadi karena kurang atau salah stimulasi,” jelasnya.
Namun, berbeda dengan autisme pada umumnya, gejala autisme virtual dapat membaik dengan cepat jika paparan terhadap gawai dikurangi. Anak-anak dapat kembali menunjukkan kemampuan sosial yang normal, seperti melakukan kontak mata dan merespons lawan bicara secara wajar.
Autisme Virtual Berbeda dari Gangguan Spektrum Autisme (GSA)
Dr. Amanda menegaskan bahwa autisme virtual bukanlah gangguan spektrum autisme sejati. Anak dengan autisme tetap menunjukkan ciri-ciri autistik meskipun penggunaan gawai dihentikan, karena gangguan ini memiliki komponen genetik yang kuat.
“Perilaku autistik masih akan tetap ada walau gawai itu sebagai faktor lingkungan, bukan sebagai modifier (pengubah),” ujarnya.
Anak dengan autisme cenderung menyukai aktivitas yang bersifat repetitif, yang seringkali juga ditampilkan dalam konten gawai. Oleh karena itu, paparan konten tersebut dapat memperkuat kecenderungan tersebut, tetapi bukan penyebab utama autisme.
Lebih lanjut, dr. Amanda yang merupakan lulusan Universitas Indonesia, menambahkan bahwa faktor genetik sangat berperan dalam terjadinya autisme. Seorang anak memiliki risiko sembilan kali lebih tinggi untuk mengalami autisme jika memiliki saudara kandung dengan kondisi yang sama.
Pentingnya Peran Orang Tua
Dengan meningkatnya penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari, dr. Amanda mengimbau para orang tua untuk lebih bijak dalam memberikan akses gawai kepada anak, terutama di usia emas perkembangan otak.
Membatasi waktu layar, memberikan stimulasi sosial yang cukup, serta melibatkan anak dalam aktivitas interaktif di dunia nyata dapat membantu mencegah terjadinya autisme virtual.