Hasil Munas Alim Ulama PBNU: Jangan Gunakan AI Sebagai Rujukan Fatwa

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence atau AI) adalah salah satu inovasi teknologi yang terus berkembang pesat di seluruh dunia. Teknologi ini telah merasuki berbagai aspek kehidupan manusia, dari bidang kesehatan hingga transportasi, dan bahkan dalam dunia agama. Namun, baru-baru ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar Munas Alim Ulama yang menghasilkan rekomendasi menarik mengenai penggunaan AI dalam konteks fatwa agama.

Kecerdasan Buatan dan Pertanyaan Fatwa

Dalam Munas Alim Ulama tersebut, Ketua Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah, KH Hasan Nuri Hidayatullah, menjelaskan bahwa terdapat pertimbangan khusus mengenai penggunaan AI sebagai rujukan pedoman fatwa. Menurut beliau, AI tidak boleh dijadikan rujukan dalam menentukan hukum Islam. Pertanyaannya adalah apakah boleh bertanya kepada AI untuk mendapatkan pedoman atau pedoman hukum Islam. Rekomendasi yang dihasilkan adalah bahwa AI tidak boleh dijadikan sebagai rujukan pedoman atau pedoman dalam hal ini.

Keterbatasan AI dalam Konteks Fatwa

Alasan utama di balik rekomendasi ini adalah keterbatasan AI dalam konteks fatwa agama. Meskipun AI dapat memiliki tingkat kecerdasan yang mengesankan, kebenaran dalam konteks agama tidak dapat dijamin oleh AI. AI juga dapat rentan terhadap halusinasi dan ketergantungan pada informasi yang diterima. Oleh karena itu, keputusan yang berkaitan dengan hukum agama sebaiknya tetap dalam domain para ulama dan cendekiawan agama yang memiliki pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama Islam.

Pentingnya Sterilitas dalam Pembangunan Kecerdasan Buatan

PBNU juga menekankan pentingnya memiliki kontrol atas teknologi AI. Salah satu alasan yang diutarakan adalah bahwa banyak perusahaan yang mengembangkan teknologi AI berasal dari luar komunitas Muslim. Oleh karena itu, PBNU merekomendasikan agar ulama dan warga Nahdliyin dapat mengembangkan kecerdasan buatan sendiri. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa teknologi AI yang digunakan oleh komunitas Muslim tidak terpengaruh oleh pandangan atau agenda yang tidak sesuai dengan paham Ahlusunnah wal Jamaah.

Harapan Terhadap Kecerdasan Digital yang Steril

Hasan Nuri Hidayatullah juga berharap bahwa dengan adanya AI yang dikembangkan oleh Nahdlatul Ulama, teknologi ini dapat digunakan secara steril dan tidak tercampur dengan pemikiran atau paham yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian, teknologi AI dapat digunakan sebagai alat yang bermanfaat dalam mendukung pengambilan keputusan yang berkaitan dengan agama.

Rekomendasi PBNU untuk tidak menggunakan kecerdasan buatan sebagai rujukan dalam menentukan hukum Islam adalah refleksi dari kompleksitas penggunaan teknologi dalam konteks agama. Meskipun teknologi AI memiliki potensi besar, keterbatasannya dalam memahami dan menginterpretasi aspek-aspek subtan ajaran agama membuatnya tidak cocok sebagai panduan fatwa. Selain itu, kontrol atas pengembangan teknologi AI oleh komunitas Muslim juga penting untuk memastikan bahwa teknologi ini sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran agama Islam. Dengan demikian, komunitas Muslim dapat menggunakan teknologi AI secara bijak untuk mendukung pengembangan dan pengambilan keputusan yang sesuai dengan ajaran agama mereka.