SUBANG, TINTAHIJAU.com – Kemajuan teknologi terus menghadirkan inovasi yang mengagumkan di berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam dunia medis. Salah satu terobosan terbaru datang dari kelompok peneliti dari University of California, Berkeley (UC Berkeley) dan University of California, San Francisco (UCSF), yang berhasil mengembangkan implan otak yang ditenagai oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI). Implan ini membawa harapan baru bagi mereka yang mengalami kelumpuhan untuk kembali berbicara.
Seorang perempuan bernama Ann, yang sebelumnya mengalami kelumpuhan akibat stroke, kini memiliki kesempatan untuk berbicara lagi berkat implan otak yang mengintegrasikan teknologi AI. Konsep yang diusung oleh tim peneliti ini sangat revolusioner, di mana implan otak membaca kode aktivitas otak Ann untuk mengidentifikasi apa yang ingin disampaikannya. Selanjutnya, AI mengartikulasikan pesan tersebut dengan memanfaatkan perbendaharaan kata yang telah dipelajari sebelumnya.
Pada awalnya, tim peneliti menanamkan 253 elektroda persegi panjang dengan ketebalan selembar kertas di berbagai area otak Ann. Elektroda-elektroda ini bertanggung jawab untuk mengirimkan sinyal ke otot-otot yang berperan dalam proses berbicara. Melalui beberapa minggu pelatihan algoritma, AI berhasil menguraikan pola aktivitas otak menjadi gerakan wajah yang terkait dengan lebih dari 1.000 kata dalam perbendaharaan kata.
Gopala Anumanchipalli, seorang asisten profesor di Department of Electrical Engineering and Computer Sciences yang turut terlibat dalam penelitian ini, menjelaskan bahwa implan otak yang ditenagai AI ini dapat dianggap sebagai sebuah neuroprostesis bicara.
Dengan bantuan implan ini, Ann yang sebelumnya lumpuh dan kehilangan kemampuan berbicara akibat stroke, kini dapat berkomunikasi lagi melalui avatar yang menggunakan suara sintesis yang disusun berdasarkan rekaman suara Ann sendiri.
Keberhasilan ini tidak hanya menjadi pencapaian dalam mengembalikan kemampuan berbicara bagi Ann, namun juga membuka pintu untuk mengembalikan kemampuan komunikasi wajah. Michael Berger, CTO dan salah satu pendiri Speech Graphics, menyatakan bahwa komunikasi wajah adalah aspek penting dalam keberlangsungan interaksi manusia. Pengembalian kemampuan ini memberikan rasa perwujudan dan kendali kepada pasien yang telah lama kehilangan hal tersebut.
Implan otak berbasis AI ini juga bukan yang pertama kali dikembangkan untuk membantu penderita kelumpuhan. Sebelumnya, penelitian serupa telah membantu Pat Bennett, seorang wanita berusia 68 tahun yang menderita amyotrophic lateral sclerosis, sebuah penyakit neuron motorik yang mengganggu kemampuan bergerak dan berbicara.
Melalui antarmuka otak-komputer yang menggunakan teknologi AI dan sensor-sensor kecil, Bennett mampu berkomunikasi dengan kecepatan rata-rata 62 kata per menit.
Terobosan ini memberikan harapan baru bagi mereka yang mengalami kelumpuhan untuk mendapatkan kembali kemampuan berbicara dan berkomunikasi dengan dunia sekitar.
Dengan kombinasi antara teknologi implan otak dan kecerdasan buatan, masa depan membawa potensi untuk lebih banyak terobosan medis yang akan merubah kehidupan banyak orang yang membutuhkan.