Teknologi

Songyan Power Siapkan 1.000 Robot ‘Bumi’, Harga Mulai Rp 23 Juta

×

Songyan Power Siapkan 1.000 Robot ‘Bumi’, Harga Mulai Rp 23 Juta

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Perusahaan teknologi asal China, Songyan Power, resmi menandatangani perjanjian pasokan 1.000 unit robot humanoid bernama Bumi kepada Huichen Technology. Produk ini menarik perhatian publik internasional karena dibanderol setara harga ponsel flagship, menandai era baru pemasaran robot dengan biaya jauh lebih terjangkau.

Robot Bumi dirancang ringkas dan ringan, namun mampu melakukan berbagai aktivitas seperti berjalan, berlari, hingga menari. Selain itu, perangkat tersebut sudah dibekali kemampuan mendengar dan merespons perintah suara, sehingga meningkatkan interaksi dengan pengguna.

Dari sisi pemrograman, Bumi disebut ramah pemula karena menggunakan antarmuka seret dan lepas (drag-and-drop) yang intuitif. Fokus utama produk ini adalah interaksi dengan anak-anak dalam rangka pendidikan, khususnya dalam pengenalan dasar-dasar robotika. Dengan demikian, pasar Bumi tidak hanya menyasar sektor bisnis dan manufaktur, tetapi juga sekolah dan keluarga, membuka peluang penerapan domestik yang lebih luas.

Harga menjadi faktor paling mencolok. Songyan Power melepas Bumi di angka 9.998 yuan atau sekitar Rp 23 juta, menjadikannya salah satu robot humanoid termurah di dunia saat ini. Penjualan perdana dijadwalkan pada Januari 2026, menegaskan posisi China sebagai negara yang agresif dalam mendorong teknologi robot humanoid masuk ke kehidupan sehari-hari.

Sementara itu, di Amerika Serikat harga robot humanoid masih terpaut jauh lebih tinggi. Tesla Optimus diprediksi dipasarkan USD 20.000–30.000 (Rp 333 juta–500 juta) apabila sudah diproduksi massal. Adapun Digit buatan Agility Robotics bahkan mencapai sekitar USD 250.000 atau Rp 4,1 miliar, dan saat ini diprioritaskan untuk pemakaian di gudang serta pabrik guna meningkatkan efisiensi.

Perbedaan strategi kedua negara terlihat jelas. Perusahaan-perusahaan AS fokus pada produktivitas dan keselamatan industri, menghasilkan robot mahal yang menyasar sektor bisnis. Sebaliknya, China memilih produksi cepat, skala besar, dan biaya rendah, dengan margin keuntungan tipis demi penetrasi pasar yang masif.

Persaingan tersebut mencerminkan rivalitas teknologi AS–China. Negeri Tirai Bambu bertaruh pada pengembangan perangkat keras dan ekosistem produksi, sedangkan AS mengedepankan perangkat lunak, kecerdasan buatan (AI), dan otomatisasi tingkat tinggi dengan orientasi kualitas premium.

Kehadiran robot murah seperti Bumi diyakini berpotensi memperluas penggunaan robot humanoid dalam pendidikan, penelitian, hingga rumah tangga. Namun, sejumlah pengamat mengingatkan adanya risiko perlambatan inovasi jangka panjang jika produsen lebih menekankan perang harga dibanding peningkatan kualitas teknologi.

Secara umum, perlombaan robot humanoid dipandang sebagai medan baru rivalitas teknologi global, dengan China mendorong aksesibilitas massal dan AS mempertahankan posisi sebagai inovator premium.