SUBANG, TINTAHIJAU.com – Sepanjang tahun 2024, aplikasi perpesanan Telegram terus mengalami lonjakan popularitas. Aplikasi ini semakin mendekati posisi WhatsApp yang selama ini dikenal sebagai aplikasi sejuta umat.
Pada Juli 2024, Telegram mencatat lebih dari 950 juta pengguna aktif, sebuah angka yang mendekati angka fantastis milik WhatsApp dengan lebih dari 2 miliar pengguna aktif bulanan hingga akhir 2023.
Telegram adalah perusahaan yang berbasis di Dubai dan didirikan oleh pengusaha Rusia, Pavel Durov. Durov meninggalkan Rusia pada 2014 setelah menolak permintaan pemerintah untuk memblokir komunitas oposisi di platform media sosial VK yang dimilikinya. Setelah menjual VK, ia kemudian meluncurkan Telegram.
“Pengguna aktif bulanan kami akan tembus 1 miliar pada tahun ini,” ujar Durov seperti dikutip dari Reuters. Ia menambahkan bahwa penyebaran Telegram terjadi begitu cepat, bagaikan kebakaran hutan.
Meski begitu, Durov mengungkapkan bahwa dirinya kerap mendapat tekanan dari berbagai negara untuk membatasi arus informasi tertentu di platform tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa Telegram akan tetap menjadi platform netral yang tidak terlibat dalam konflik geopolitik. Sikap inilah yang menarik minat banyak pengguna di seluruh dunia.
Laporan Financial Times pada Maret 2024 menyebutkan bahwa Telegram memiliki potensi untuk melantai di bursa saham AS setelah mencatat keuntungan besar. Telegram kini berdiri sejajar dengan platform internet raksasa lainnya seperti Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat.
Saat Rusia menginvasi Ukraina pada 2022, Telegram menjadi sumber informasi utama tanpa menyaring kontennya. Kendati demikian, Telegram juga menjadi sarana penyebaran disinformasi. Durov memastikan bahwa sistem enkripsi yang digunakan Telegram mampu melindungi pertukaran informasi dari intervensi pemerintah.
“Saya lebih baik bebas ketimbang tunduk pada perintah siapa pun,” tegas Durov.
Menurut Durov, berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mencoba membobol enkripsi Telegram, salah satunya melalui FBI. Ia mengklaim FBI pernah berusaha merekrut engineer Telegram untuk membuka celah keamanan di platform tersebut, meski FBI tidak memberikan komentar terkait tuduhan ini.
Namun, tekanan terbesar terhadap kebebasan berbicara di Telegram justru datang dari perusahaan teknologi besar seperti Apple dan Alphabet. Menurut Durov, kedua perusahaan ini memiliki kendali untuk menyensor informasi dan mengakses data di perangkat pengguna.
Durov memilih Dubai sebagai lokasi domisili Telegram karena Uni Emirat Arab dikenal sebagai negara netral yang tidak memiliki afiliasi dengan kekuatan besar dunia. Hal ini membuatnya merasa aman menjalankan Telegram di bawah prinsip netralitas.
Dengan semakin bertambahnya pengguna dan komitmen terhadap kebebasan informasi, Telegram berpotensi menjadi salah satu platform terkemuka dalam dunia komunikasi digital global.