Literasi

Mengejar Lompatan Besar: Jalan Indonesia Menuju Pertumbuhan Ekonomi 8%

×

Mengejar Lompatan Besar: Jalan Indonesia Menuju Pertumbuhan Ekonomi 8%

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Selama satu dekade terakhir, ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan yang relatif solid. Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh stabil di kisaran 5 persen per tahun—sebuah capaian yang patut diapresiasi di tengah gejolak global. Namun, stabilitas tersebut menyimpan tantangan tersendiri. Pertumbuhan 5 persen dinilai belum cukup untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap) dan melompat menjadi negara berpendapatan tinggi.

Data Bank Dunia menunjukkan, dari lebih dari 140 negara berpendapatan menengah, hanya sekitar 35 negara yang berhasil naik kelas dalam 35 tahun terakhir. Kunci keberhasilan mereka relatif seragam: menjaga pertumbuhan ekonomi tinggi dan konsisten, umumnya di atas 7 persen per tahun, selama beberapa dekade .

Belajar dari Jepang dan Korea Selatan

Pengalaman Jepang dan Korea Selatan menjadi referensi penting. Kedua negara tersebut mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi dua digit dalam periode panjang saat fase transformasi struktural berlangsung. Jepang, misalnya, mengalami “Japanese Economic Miracle” pada 1960–1969 dengan pertumbuhan di atas 10 persen per tahun, ditopang industrialisasi agresif, ekspor manufaktur, serta peran pemerintah yang kuat namun tetap memberi ruang besar bagi sektor swasta .

Pelajaran utamanya jelas: pertumbuhan tinggi bukan hasil kebetulan, melainkan buah dari strategi pembangunan yang terencana, konsisten, dan berjangka panjang.

Kekuatan Utama: Permintaan Domestik

Indonesia sejatinya memiliki modal dasar yang tidak kecil. Struktur ekonominya ditopang oleh permintaan domestik yang kuat, dengan kontribusi konsumsi rumah tangga, investasi, dan belanja pemerintah mencapai lebih dari 60 persen PDB. Konsumsi rumah tangga sendiri menyumbang sekitar 54 persen, menjadikannya jangkar stabilitas ketika ekonomi global melambat .

Namun, kekuatan ini juga menyiratkan pekerjaan rumah. Ketergantungan berlebih pada konsumsi berisiko membatasi akselerasi pertumbuhan jika tidak diimbangi lonjakan investasi produktif dan peningkatan kapasitas industri.

Mixed Economy dan Peran Negara

Sejarah negara maju menunjukkan bahwa model mixed economy—kombinasi peran aktif pemerintah dan dinamika pasar—paling efektif mendorong pertumbuhan jangka panjang. Inovasi dan efisiensi digerakkan sektor swasta, sementara pemerintah berperan sebagai regulator, katalis, sekaligus penyedia infrastruktur strategis.

Dalam konteks Indonesia, peran negara tidak hanya menjaga stabilitas, tetapi juga memastikan pemerataan manfaat pembangunan. Pertumbuhan tinggi tanpa pemerataan berisiko memicu ketimpangan dan instabilitas sosial, yang pada akhirnya justru menghambat laju ekonomi itu sendiri .

Likuiditas: Mesin Penggerak yang Harus Dijaga

Aspek moneter dan fiskal mendapat sorotan khusus. Sejarah ekonomi global, termasuk pelajaran dari Great Depression yang dianalisis Milton Friedman, menunjukkan bahwa keringnya likuiditas dapat memperdalam krisis. Sebaliknya, aliran likuiditas yang memadai ke sektor riil mampu mendorong pemulihan dan ekspansi ekonomi.

Di Indonesia, pertumbuhan uang primer (M0) dan kredit perbankan terbukti berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi. Pada periode tertentu, ketika pertumbuhan likuiditas relatif tinggi, ekspansi kredit juga lebih agresif dan mendukung aktivitas usaha. Tantangannya kini adalah memastikan likuiditas tidak hanya beredar di sektor keuangan, tetapi benar-benar mengalir ke sektor produktif .

Dari sisi fiskal, optimalisasi pengelolaan kas pemerintah—baik pusat maupun daerah—menjadi krusial agar dana publik tidak mengendap, melainkan berfungsi sebagai stimulus efektif bagi perekonomian.

Menuju Pertumbuhan 8 Persen

Target pertumbuhan ekonomi 8 persen bukan sekadar angka ambisius, melainkan prasyarat strategis untuk keluar dari middle-income trap. Untuk mencapainya, Indonesia memerlukan kombinasi kebijakan yang saling menguatkan: peningkatan investasi, pendalaman sektor industri dan manufaktur bernilai tambah tinggi, penguatan kualitas sumber daya manusia, serta sinergi kebijakan fiskal dan moneter yang pro-pertumbuhan.

Risiko global akan selalu ada—mulai dari perlambatan ekonomi dunia hingga ketegangan geopolitik. Namun, dengan fondasi domestik yang kuat, kebijakan yang konsisten, dan keberanian melakukan reformasi struktural, Indonesia memiliki peluang nyata untuk melakukan lompatan besar.

Transformasi ekonomi menuju pertumbuhan 8 persen bukan pekerjaan satu malam. Ia menuntut visi jangka panjang, disiplin kebijakan, dan keberlanjutan lintas pemerintahan. Jika konsistensi ini terjaga, jalan Indonesia menuju status negara berpendapatan tinggi bukan lagi sekadar wacana, melainkan agenda yang realistis.

Catatan Redaksi
Tulisan ini disarikan dan dikembangkan dari pemikiran Menteri Keuangan Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa, yang disampaikan dalam materi berjudul “Transformasi Ekonomi Indonesia Menuju Pertumbuhan Ekonomi 8%”. Gagasan, data, dan analisis yang digunakan bersumber dari dokumen resmi berbentuk file PDF yang dibagikan oleh Menteri Keuangan dan dipresentasikan pada 11 September 2025.