Ragam  

Tradisi Bubur Asyura: Makna dan Sejarahnya di Indonesia

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Dalam peringatan 10 Muharam 1446 Hijriah atau 2024 Masehi, sebagian masyarakat muslim Indonesia kerap membuat Bubur Asyura. Tradisi ini memiliki akar sejarah yang mendalam dan makna yang kaya, menjadikannya bagian penting dari budaya dan kehidupan sosial masyarakat.

Asal Usul Bubur Asyura

Bubur Asyura, yang juga dikenal dengan nama Bubur Asyuro, adalah hidangan yang terbuat dari nasi yang dicampur dengan kacang-kacangan dan bahan lainnya. Melansir laman warisanbudaya.kemendikbud.go.id, tradisi sedekah Bubur Asyura bermula pada masa Kesultanan Siak ke-11 dan terus berlanjut pada masa Sultan Siak ke-12. Pada awalnya, bubur ini dibuat sebagai bagian dari kegiatan sosial dan religius, terutama untuk berbuka puasa sunnah pada 10 Muharam.

Bubur Asyura dan Kesultanan Siak

Pada masa lalu, pembuatan Bubur Asyura dilakukan pada petang hari untuk berbuka puasa sunnah 10 Muharam, yang kemudian diikuti dengan kegiatan bersedekah. Salah satu momen bersejarah adalah ketika masyarakat Siak, bersama dengan guru dan penduduk setempat, memasak Bubur Asyura di sepanjang pinggir jalan turap hingga depan Istana Siak. Pada acara tersebut, lebih dari 1000 porsi bubur dimasak dan dibagikan, bahkan mencatatkan rekor di Museum Rekor Indonesia (MURI).

Bahan dan Proses Pembuatan

Bubur Asyura khas Aceh terkenal dengan keragaman bahannya, yang mencakup 41 jenis bahan dan rempah-rempah. Beberapa di antaranya adalah sayuran, beras, jagung, kacang hijau, kacang kedelai, kacang tolo, ketela pohon, kacang tanah, pisang, dan ubi jalar. Bumbu-bumbu yang digunakan antara lain bumbu gulai, daun pandan, serai, kayu manis, dan garam. Proses pembuatannya memakan waktu lebih dari tiga jam sebelum akhirnya dibagikan kepada masyarakat.

Makna dan Manfaat Sosial

Tradisi memasak Bubur Asyura pada tanggal 10 Muharam memiliki makna mendalam sebagai wujud rasa syukur atas nikmat dan rezeki yang diberikan. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi ajang untuk mempererat tali silaturahmi antar warga dan menumbuhkan jiwa sosial. Dengan memasak secara bergotong-royong, momen ini menciptakan rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang kuat di antara masyarakat.

Bubur Asyura bukan sekadar makanan, tetapi sebuah simbol budaya yang menghubungkan masyarakat melalui nilai-nilai kebersamaan, syukur, dan kepedulian sosial. Tradisi ini terus dilestarikan hingga kini, membuktikan bahwa warisan budaya dapat tetap relevan dan memberikan makna mendalam dalam kehidupan modern.

Peringatan 10 Muharam dengan Bubur Asyura menjadi bukti bahwa sejarah dan tradisi memiliki peran penting dalam memperkuat ikatan sosial dan spiritual di tengah masyarakat.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini