Terdapat 10 Kabupaten/Kota yang menjadi penghitung Inflasi di Jawa Barat, diantaranya; Kabupaten Bandung, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Subang, Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Depok, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, dan Kota Tasikmalaya.
Masuknya Kabupaten Subang sebagai Kabupaten inflasi di Jawa Barat membuat Pemerintah Daerah mendapatkan impian yang mendebarkan. Lalu, bagaimanakah impian yang mendebarkan menjadi kenyataan? Maka dibentuknya Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang diperlukan untuk langkah strategis dalam percepatan pertumbuhan ekonomi jangka pendek, menengah dan panjang.
Ujian pertama PJ Bupati di awal Februari 2024 adalah Kabupaten Subang menjadi Kabupaten/Kota tertinggi inflasi di Jawa Barat mencapai 4,9 persen. Rilis yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Subang membuat Pemerintah Daerah kelabakan, kenapa bisa seperti itu? M. Natsir, yang menyebabkan inflasi, dapat disebabkan baik dari sisi permintaan, sisi penawaran maupun ekspektasi. Diantaranya; faktor penawaran dan kenaikan harga-harga (inflasi) yang ditimbulkan dinamakan sebagai cost pust inflation atau shock inflation.
Inflasi ini disababkan oleh kenaikan biaya-biaya produksi atau biaya pengadaan barang dan Inflasi karena tarikan permintaan (demand full inflation) Inflasi karena tarikan permintaan yaitu kenaikan harga-harga yang timbul sebagai hasil interaksi antara permintaan dan penawaran domestik dalam jangka panjang. Selain itu, dari faktor jasa akibatnya, produsen harus menaikan harga supaya pendapatan keuntungan (laba) dan kegiatan produksi bisa berlanjut terus dalam jangka panajang (sustainable).
Kemudian, ekspektasi inflasi sangat berpengaruh dalam pembentukan harga dan upah tenaga kerja. Jika para pelaku ekonomi, baik individu, dunia usaha berfikir bahwa laju inflasi pada periode lalu masih akan terjadi di masa yang akan datang, maka para pelaku ekonomi akan melakukan antisipasi untuk meminimalkan kerugian yang mungkin timbul.
Para pekalu usaha akan memperhitungkan biaya produksi dengan kenaikan tingkat harga seperti pada waktu yang lalu. Secara umum, pendapat ahli ekonomi menyimpulkan bahwa inflasi yang menyebabkan turunnya daya beli dari nilai uang terhadap barang-barang dan jasa, besar kecilnya ditentukan oleh elastisitas permintaan dan penawaran akan barang dan jasa. Lainnya, yang juga turut menentukan fluktuasi tingkat harga umum diantaranya adalah kebijakan pemerintah mengenai tingkat harga, yaitu dengan mengadakan kontrol harga, pemberian subsidi kepada konsumen.
BPS mencatat ada 11 kelompok pengeluaran dalam rilis inflasi diantaranya; Kelompok makanan, minuman, dan tembakau, Kelompok pakaian dan alas kaki, Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga, Kelompok Perlengkapan, Peralatan,dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga, Kelompok Kesehatan, Kelompok Transportasi, Kelompok Informasi, Komunikasi,dan Jasa Keuangan, Kelompok Rekreasi, Olahraga, dan Budaya, Kelompok Pendidikan, Kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran, Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya.
Di Subang, 11 kelompok pengeluaran mempunyai pengukuran inflasi mencakup 252 komoditas yang berbeda-beda dalam pengeluarannya. BPS menyebut, sebagian besar komoditas dari 11 kelompok pengeluaran, kelompok makanan, minuman dan tembakau yang memberikan andil terbesar cakupan komoditas diantara kelompok-kelompok pengeluaran lainnya.
Dilihat dari pernyataan M.Natsir, bahwa Inflasi Januari yang tinggi di Subang terdapat pengaruh dari disagregasi inflasi, apa itu? yaitu komponen inti, komponen diatur pemerintah dan komponen bergejolak. Subang, Januari 2024 secara umum dipengaruhi dari komponen bergejolak. Dalam rilis BPS Kabupaten Subang menggambarkan, Subang berada di kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau yang memberikan andil inflasi sebesar 3,37 persen secara tahunan atau year on year Januari 2024. Komoditas yang memberikan andil inflasi terbesar secara year on year pada komponen bergejolak adalah komoditas beras sebesar 0,57 persen.
Kabupaten Subang, sebagai salah satu lumbung padi Nasional, tapi tidak bisa mengendalikan harga beras yang ada di pasar, pertanyaan itu yang disampaikan PJ Bupati Imran pada saat rapat Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Subang pada bulan Februari 2024. TPID mengkaji, penyebab harga beras memberikan andil inflasi tinggi di Januari 2024, salah satunya dari biaya produksi petani dalam mengelola lahan pertanian. Biaya produksi merupakan salah satu pertimbangan utama dalam usaha tani padi. Biaya ini meliputi investasi awal seperti benih, pupuk, dan pestisida, serta biaya operasional seperti tenaga kerja dan biaya irigasi.
Selain biaya produksi, harga jual padi juga menjadi faktor krusial dalam menentukan keuntungan petani. Fluktuasi harga yang dapat dipengaruhi oleh faktor pasar domestik dan global memerlukan strategi penjualan yang tepat waktu dan cerdas. Khusus petani di Subang, untuk biaya produksi sebagian besar yang menanggungnya yaitu bandar besar, maka secara otomatis harga jual gabah sudah ditentukan oleh bandar.
Selain itu, pendistribusian gabah pun petani tidak bisa menentukan kemana dijualnya. Maka tidak heran bila beras Subang tidak dirasakan banyak oleh masyarakat Subang. TPID kembali berdebar kembali kenapa? setelah BPS Kabupaten Subang mengeluarkan data inflasi di bulan Februari, Maret dan April 2024, inflasinya masih di angka 4 persen. Pada bulan Februari sebesar 4,56 persen, Maret sebesar 4,69 persen, April sebesar 4,31 persen.
Bila dilihat dari rilis yang dikeluarkan selama periode Januari-April 2024, ternyata kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau menjadi penyumbang terbesar secara year on year 2024. Bulan Februari menyumbang andil inflasi sebesar 2,90 persen, Maret sebesar 3,10 persen, April sebesar 2,87 persen. Beras kembali menjadi penyumbang andil inflasi di bulan Februari sebesar 0,39 persen, TPID bernafas lega disebabkan pada bulan Maret dan April 2024, beras bukan penyumbang inflasi, tapi disumbang oleh komoditas daging ayam ras sebesar 0,44 persen dan 0,47 persen.
Berikutnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Subang, mendapat angin segar, disebabkan pada periode Mei sampai dengan Desember 2024, inflasi sudah dibawah 4 persen bahkan di bulan Desember 2024 menjadi inflasi terendah di Jawa Barat sebesar 0,93 persen. Perlu diketahui, Mei sebesar 3,2 persen, Juni sebesar 2,5 persen, Juli sebesar 2,24 persen, Agustus sebesar 2,29 persen, September sebesar 2,18 persen, Oktober sebesar 2,20 persen, November sebesar 1,19 persen dan Desember sebesar 0,93 persen.
TPID mencatat, dari rilis BPS diketahui dari periode inflasi Maret sampai dengan Desember 2024, komoditas beras sudah tidak lagi menjadi penyumbang inflasi Subang. PJ Bupati Imran mengapresiasi peran TPID dalam pengendalian komoditas beras tidak masuk dalam andil inflasi Maret sampai dengan Desember 2024.
Dari 10 Kabupaten/Kota, Kabupaten Subang menjadi Kabupaten/Kota terendah di Jawa Barat, dalam inflasi bulan Desember 2024, Kota Sukabumi mencapai 2,59 persen diikuti oleh Kota Depok sebesar 1,95 persen, Kota Tasikmalaya sebesar 1,94 persen, Kota Bogor sebesar 1,75 persen, Kota Bandung sebesar 1,61 persen, Kota Bekasi sebesar 1,60 persen, Kabupaten Majalengka sebesar 1,60 persen, Kabupaten Bandung sebesar 1,46 persen, Kota Cirebon sebesar 1,10 persen, Kabupaten Subang sebesar 0,93 persen.
Pesan PJ Bupati Imran kepada TPID mengatakan inflasi yang rendah ini tak lepas dari peran besar Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten Subang. Imran menyebut ini adalah capaian luar biasa, ini bisa dicapai dengan bekerja sama dan berkolaborasi, ujarnya, untuk memotong 4 poin di bulan Mei sampai dengan bulan Desember 2024 itu bukan pekerjaan yang gampang dalam pengendalian inflasi kalau tidak punya komitmen bersama dalam pencapaian ini.
Setelah itu, Imran dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten Subang membahas langkah-langkah kedepannya dalam memperbaiki dan mengendalikan inflasi tahun 2025.
Affan Afriyana, penulis adalah Pelaksana BPS Kota Bekasi