JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Kepolisian Republik Indonesia mengungkapkan kronologi lengkap penangkapan dan penangguhan penahanan terhadap seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS, yang menjadi sorotan publik usai mengunggah meme bergambar tokoh mirip Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Menurut keterangan resmi Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, kasus ini bermula dari laporan polisi dengan nomor LP/B/159/III/2025/SPKT yang diterima pada 24 Maret 2025.
“Jadi ini dilaporkan sejak 24 Maret 2025,” ujar Brigjen Trunoyudo dalam konferensi pers pada Minggu (10/5/2025).
Dalam penyelidikan kasus ini, pihak kepolisian telah memeriksa tiga orang saksi serta lima orang lainnya sebagai ahli. Barang bukti juga telah disita dari para saksi dan tersangka, disertai dengan pemeriksaan digital forensik.
“Sehingga penyidik sudah menganggap cukup dan lengkap proses ini untuk dilakukan penyidikan,” tegasnya.
Penyidikan secara resmi dimulai pada 7 April 2025. Kemudian pada Selasa, 6 Mei 2025, penyidik melakukan penangkapan terhadap SSS, yang diketahui sebagai pemilik akun X (dulu Twitter) dengan nama pengguna @rayayanyani.
Brigjen Trunoyudo menjelaskan bahwa SSS diduga melakukan tindak pidana berupa manipulasi atau penciptaan informasi elektronik seolah-olah sebagai data otentik, serta menyebarluaskan dokumen elektronik berupa gambar bermuatan pelanggaran kesusilaan.
Akibat perbuatannya, SSS sempat ditahan di Rumah Tahanan Bareskrim Polri sejak 7 Mei hingga dijadwalkan 26 Mei 2025.
Penangguhan Penahanan
Namun, penyidik akhirnya memutuskan memberikan penangguhan penahanan terhadap mahasiswi tersebut. Brigjen Trunoyudo menyebutkan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan sejumlah pertimbangan, termasuk permohonan dari penasihat hukum dan orang tua tersangka.
“Penangguhan ini diberikan penyidik mendasari pada permohonan dari tersangka melalui penasihat hukumnya serta dari orang tuanya,” ujarnya.
Tak hanya itu, permohonan maaf dari SSS dan keluarganya kepada Presiden Prabowo, Presiden Jokowi, serta pihak ITB juga menjadi pertimbangan penting. SSS mengaku menyesal atas tindakannya dan berjanji tidak akan mengulanginya.
Pendekatan kemanusiaan juga menjadi dasar utama keputusan tersebut, dengan harapan SSS dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.