TNI AD Siap Evaluasi Internal Usai Temuan Komnas HAM dalam Kasus Ledakan Amunisi di Garut

Kadispenad Brigjen Wahyu Yudhayana menyatakan, pihak Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) akan membantu pemakaman korban ledakan amunisi di Garut, Jawa Barat. Hal ini disampaikan dalam Press Conference Dinas Penerangan TNI AD, Selasa (13/5/2025). (Sumber: Tangkapan Layar YouTube KompasTV)

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – TNI Angkatan Darat (TNI AD) menyatakan akan menjadikan temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai bahan evaluasi internal menyusul insiden ledakan amunisi di Gudang Pusat Amunisi III Pusat Peralatan TNI AD, Desa Sagara, Garut, Jawa Barat, yang menewaskan 13 orang.

Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigadir Jenderal TNI Wahyu Yudhayana mengungkapkan bahwa pihaknya terbuka terhadap berbagai kritik dan masukan, termasuk dari Komnas HAM. “Seluruh masukan tersebut akan kami jadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam proses evaluasi dan pengambilan keputusan nantinya,” ujarnya di Jakarta, Sabtu.

Meski demikian, Wahyu tidak memberikan komentar rinci mengenai setiap fakta yang ditemukan oleh Komnas HAM. Ia menegaskan komitmen TNI AD untuk menghargai setiap masukan yang bersifat konstruktif.

Dalam temuan yang disampaikan Komnas HAM, TNI diminta untuk tidak lagi melibatkan warga sipil dalam kegiatan militer berisiko tinggi seperti pemusnahan amunisi. Anggota Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, mengungkapkan bahwa meskipun dalam pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terdapat ruang untuk pelibatan sipil, hal tersebut harus disertai keahlian dan sertifikasi yang memadai.

“Pekerja yang terlibat dalam kasus ledakan amunisi di Garut sebagian besar belajar secara otodidak dan tidak melalui proses pelatihan yang tersertifikasi,” kata Uli dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (23/5).

Komnas HAM mencatat bahwa terdapat 21 orang sipil yang dipekerjakan dalam kegiatan pemusnahan amunisi, dengan rata-rata upah harian sebesar Rp150 ribu. Mereka bekerja di bawah koordinasi seorang bernama Rustiawan, yang disebut memiliki pengalaman lebih dari satu dekade dalam pekerjaan serupa dengan institusi TNI dan Polri.

Para pekerja memiliki beragam tugas, mulai dari sopir truk, penggali lubang, pembongkar amunisi, hingga juru masak. Beberapa di antaranya bahkan pernah terlibat dalam kegiatan pemusnahan amunisi di berbagai wilayah seperti Makassar dan Maluku. Namun, Komnas HAM menyayangkan bahwa para pekerja ini tidak dibekali dengan alat pelindung diri atau peralatan keselamatan kerja.

Uli menekankan pentingnya langkah evaluatif dari Panglima TNI dan Kapolri terhadap mekanisme pemusnahan amunisi, dengan memastikan keselamatan kerja baik bagi anggota militer maupun pihak sipil yang tersertifikasi. Ia juga meminta masyarakat untuk tidak terlibat dalam kegiatan militer tanpa keahlian dan pelatihan yang sesuai.

Tragedi ledakan yang terjadi di Garut menyebabkan 13 korban jiwa, yang terdiri dari empat anggota TNI dan tujuh warga sipil. Komnas HAM mendorong TNI untuk menjamin pemulihan jangka panjang bagi keluarga korban, baik secara fisik, psikis, maupun sosial-ekonomi.

Sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas, Komnas HAM juga meminta TNI AD untuk mempublikasikan hasil investigasi terkait insiden tersebut. “Kami berharap TNI dapat melakukan langkah-langkah pencegahan dini agar peristiwa serupa tidak terulang kembali di masa mendatang,” tegas Uli.