Ragam  

Inilah 7 Golongan Penerima Daging Kurban, Jangan Sampai Salah Sasaran

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Saat Hari Raya Idul Adha menjelang, aroma daging segar mulai menyebar dari rumah ke rumah, menciptakan suasana suka cita yang khas. Namun, di tengah gemuruh perayaan dan ritual penyembelihan hewan kurban, terselip satu pertanyaan penting: siapa saja yang seharusnya menerima daging kurban?

Pertanyaan ini bukan sekadar perkara teknis, tetapi menyentuh esensi terdalam dari ibadah kurban itu sendiri. Ibadah yang bukan hanya tentang menyembelih hewan, melainkan juga tentang menyampaikan amanah sosial dan spiritual dengan tepat sasaran.

Menurut keterangan dari lembaga sosial kemanusiaan Rumah Zakat, pentingnya mengetahui siapa yang berhak menerima daging kurban adalah demi memastikan bahwa nilai ibadah tidak berhenti di bilik penyembelihan, melainkan sampai ke tangan yang benar-benar membutuhkan.

Tujuh Golongan Penerima Daging Kurban

Rumah Zakat menggarisbawahi setidaknya tujuh golongan utama yang menurut syariat Islam berhak menerima daging kurban:

  1. Fakir dan Miskin
    Mereka adalah prioritas utama—golongan yang hidup dalam kekurangan, bahkan tak tahu apa yang akan dimakan esok hari.
  2. Shohibul Kurban
    Orang yang berkurban juga berhak menikmati sepertiga bagian dari daging sebagai bentuk rasa syukur, asalkan tidak melebihi porsi dan tetap mengutamakan mereka yang membutuhkan.
  3. Kerabat, Tetangga, dan Teman
    Baik yang miskin maupun yang mampu, mereka dapat menerima daging sebagai sarana mempererat silaturahmi.
  4. Musafir yang Kehabisan Bekal
    Orang dalam perjalanan jauh yang mengalami kesulitan meskipun berasal dari kalangan mampu juga layak menerima.
  5. Orang yang Meminta-minta
    Selama diyakini benar-benar memerlukan, para peminta-minta termasuk dalam golongan penerima kurban.
  6. Amil atau Panitia Kurban
    Terutama bagi yang bekerja tanpa upah, mereka boleh diberi daging sebagai bentuk penghargaan, bukan sebagai gaji.

Batasan dan Etika dalam Pembagian

Rumah Zakat juga menekankan pentingnya memahami batasan dan etika pembagian daging kurban:

  • Proporsi Pembagian: Idealnya dibagi tiga bagian—untuk shohibul kurban, fakir miskin, dan kerabat atau tetangga.
  • Tidak Boleh Diperjualbelikan: Daging kurban haram diperjualbelikan dalam bentuk apa pun.
  • Boleh Diberikan kepada Non-Muslim: Selama tidak ada larangan setempat, daging kurban bisa menjadi jembatan toleransi antaragama.
  • Prioritaskan yang Membutuhkan: Penyaluran harus berpijak pada empati, bukan sekadar formalitas.
  • Perbedaan Kurban Wajib dan Sunnah: Pada kurban nadzar, seluruh daging harus disalurkan. Pada kurban sunnah, shohibul kurban boleh mengambil sepertiga bagian.

Ibadah yang Menyentuh Sosial

“Jangan sampai mereka yang benar-benar membutuhkan hanya bisa mencium aromanya tanpa pernah merasakan dagingnya,” ungkap salah satu relawan Rumah Zakat saat ditemui di salah satu pos distribusi daging kurban tahun lalu.

Idul Adha bukan sekadar seremonial keagamaan, tapi juga momentum untuk memperkuat nilai empati dan solidaritas. Dalam konteks masyarakat modern yang masih bergelut dengan ketimpangan ekonomi, pembagian daging kurban yang tepat sasaran bisa menjadi bentuk nyata dari keadilan sosial.

Penutup

Kurban adalah ibadah yang mendalam maknanya—menghubungkan manusia dengan Tuhannya, sekaligus dengan sesamanya. Maka dari itu, pembagian daging kurban tidak boleh asal-asalan. Ia harus dijalankan dengan niat tulus, panduan syariat, dan kepekaan sosial.

Dengan memahami siapa yang layak menerima dan bagaimana cara membaginya secara adil, kita tak hanya menunaikan kewajiban agama, tetapi juga merajut kasih sayang dalam bingkai kemanusiaan.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini